TEMPO Interaktif, Gianyar - Enam perupa muda Bali, Pande Nyoman Alit, Putu Wita Sugianyar, Putu Alit Darma Putra, Pande Gede Sarjana, Gede Wi Suparno, dan Komang Wirawan, menggelar pameran Freedom of Feeling di Galeri Paros, Banjar Palak Sukawati, Gianyar.
Pameran akan berlangsung hingga Sabtu 14 Mei 2011 mendatang.
Karya yang dipamerkan berusaha menampilkan jiwa muda, kesegaran semangat, dan memiliki spirit kebebasan. Keenam perupa diberi kebebasan menginterpretasi berbagai persoalan ke dalam karya.
“Kami memfasilitasi mereka untuk berekspresi. Jiwa muda mereka yang meletup-letup sangat kental dalam karya mereka,” kata Made Kaek, pemilik galeri, Selasa, 3 Mei 2011.
Kebebasan diharapkan dapat membei ruang alternatif untuk menampilkan konsep, proses, dan kreativitas agar karya-karya mereka dapat dinikmat oleh publik. Sebab, kini para perupa muda Bali tengah dalam tekanan untuk mengikuti selera pasar seni rupa.
Perupa dan staf pengajar ISI Denpasar, Wayan Sujana Suklu, menjelaskan seniman modern alumnus akademi seni yang menekuni kesenirupaan sebagai karier harus berani mempertarungkan gagasan dan media untuk merebut posisi pada peta seni rupa.
“Generasi saat ini menghadapi pasar, namun memiliki kesadaran akan pentingnya otentikasi gagasan individu, dan menciptakan event untuk mendekati masyarakatnya agar lebih mengapresiasi karya seni rupa,” ujar Suklu.
Menurut Suklu, peta kesadaran itu didapat dari bangku kuliah tempat mereka mengenyam pendidikan seni dan selanjutnya di luar kampus. Mereka membentuk kelompok atau komunitas dalam upaya mempublikasikan perupaan yang dilakoni dan menyampaikannya kepada publik.
Seni kontemporer tampaknya ada di zona terbuka, terpisah dari karakter duniawi dan fungsional kehidupan sehari-hari serta dari aturan-aturan dan konvensi. Ini memberi konsekuensi gamang pada seniman dalam berhadapan dengan publik.
ROFIQI HASAN