TEMPO Interaktif, Jambi - Para petani yang tergabung dalam Persatuan Petani Jambi (PPJ) dan mengklaim sebagai korban pencaplokan lahan oleh perusahaan Sinar Mas Group menuding jika Sinar Mas tidak serius untuk menyelesaikan konflik. Buktinya, setelah lebih dari sepuluh tahun konflik itu terjadi belum juga ada penyelesaian yang konkret
Bukti lain, setiap kali adanya mediasi upaya penyelesaian, perusahaan Sinar Mas Group hanya mengirimkan utusannya yang tidak memiliki kapasitas mengambil kebijakan.
"Sejak awal memang perusahaan tidak serius untuk menyelesaikan masalah konflik ini", kata Aidil Putra, Ketua PPJ saat melakukan aksi pendudukan bersama ratusan petani lainnya di Kantor Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Kamis 5 Mei 2011.
Sedikitnya 500 orang petani dari lima kabupaten, yakni Kabupaten Muarojambi, Tanjungjabung Barat, Tanjungjabung Timur, Batanghari dan Kabupaten Tebo, sudah menginap selama empat hari empat malam di kantor Dinas Kehutanan. Mereka meminta agar kasus sengketa tanah itu segera dituntaskan.
Petani menuntut Sinar Mas mengembalikan lahan mereka seluas 41 ribu hektare lebih yang telah digusur PT PT Wirakarya sakti (WKS) dan PT Rimba Hutani Mas (RHM). Keduanya merupakan perusahaan Sinar Mas Group.
Menurut Aidil, mereka bisa bertindak semena-mena karena pemerintah lebih berpihak kepada perusahaan ketimbang rakyat. "Bukti nyatanya pada Sabtu 30 April 2011, pada acara bertajuk Rosi Road Show yang dipandu Rosiana Silalahi. Di sana ada ajakan agar generasi muda berperan aktif ikut membangun daerah,” ujarnya.
Acara yang berlangsung di Kampus Universitas Negeri Jambi tersebut dihadiri oleh para pejabat. Di antaranya adalah Menteri Kehutanan RI Zulkifli Hasan, Gubernur Jambi Hasan Basri Agus, Bupati Tanjungjabung Timur Zumi Zola dan beberapa anggota dewan daerah ini. Acara ini disponsori langsung oleh perusahaan Sinar Mas.
"Ini membuktikan adanya upaya pengaburan masalah. Ini juga bentuk cuci otak bagi kalangan kampus. Padahal, di luar sini ribuan warga yang kehilangan lahan pertanian dan perkebunan menderita lantaran digusur paksa oleh pihak Sinar Mas Group", ujarnya.
M. Saleh, 64 tahun, salah seorang petani asal Desa Sengkatigedang, Kecamatan Mersam, Kabupaten Batanghari, Jambi, mengaku jika dirinya sudah ikut menginap di kantor Dinas Kehutanan selama empat hari empat malam. Bersama rekan-rekannya, ia menuntut agar Sinar Mas mengembalikan lahan mereka.
"Di desa kami sedikitnya ada sekitar 40 hektare kebun karet dan sawit milik enam kepala keluarga sejak 2005. Lahan itu lalu digusur PT WKS untuk dijadikan lahan hutan tanaman industri, tanpa ada ganti rugi. Penggusuran dengan alat berat dilakukan pada malam hari saat kami lelap tertidur", ujarnya.
Dikatakan Saleh, jika dirinya dan beberapa petani dari lima kabupaten lainnya akan tetap bertahan hingga tuntutan kami dipenuhi pihak perusahaan.
Akibat aksi pendudukan kantor Dinas Kehutanan ini, aktivitas para karyawan Dinas Kehutanan terganggu. Karena pintu kantor dipalang petani, pegawai harus masuk kantor melalui pintu belakang. Hanya sekitar 30 orang karyawan Dinas Kehutanan yang ngantor. "Kami sangat terganggu akibat aksi ini," kata salah seorang karyawan kepada Tempo.
Dalam menyikapi masalah ini, Pemerintah Provinsi Jambi berdalih sudah mengirimkan surat kepada Kementrian Kehutanan. "Kita sudah mengirim surat ke Menteri Kehutanan", kata Gubernur Jambi Hasan Basri Agus.
Edi Yanto, juru bicara PT WKS, ketika dikonfirmasi membantah jika pihaknya tidak serius menyelesaikan masalah ini. Bahkan, dia balik menuding wargalah yang tidak serius. Terbukti setiap kali ada acara upaya mediasi warga malah lebih sering tidak hadir. "Saya kira kami sangat serius, bahkan sebaliknya warga yang menurut saya tidak serius", katanya.
SYAIPUL BAKHORI