TEMPO Interaktif, Surakarta - Sebanyak Sembilan film pendek dipertandingkan dalam Festival Film Solo yang digelar di Gedung Kesenian Surakarta, Jawa Tengah, 4 hingga 7 Mei 2011. Empat di antaranya memperebutkan penghargaan kategori Gayaman, kelas untuk pelajar di Jawa Tengah. Kategori ini diserbu oleh para sineas pelajar asal Kabupaten Purbalingga. Salah satunya berhasil menjuarai festival.
Dari empat film pendek yang bertanding di Gayaman Award, tiga di antaranya dibuat oleh pelajar dari Purbalingga, Jawa Tengah. Mereka mengeroyok film yang diproduksi oleh pelajar asal Kabupaten Pati yang berjudul Kirab.
Karya berjudul Endhog adalah salah satunya. Film karya pelajar SMA 2 Purbalingga itu menceritakan kekonyolan dua siswa Kejar Paket A yang ingin melakukan eksperimen pelajaran ilmu alam yang diterima. Mereka tak ingin kalah dengan pelajar sekolah biasa. “Setiap yang bertelinga itu beranak, sedangkan yang tidak bertelinga itu bertelur," kata Pak Guru. Mereka pun mengamati ayam, anjing, serta kambing milik tetangganya.
Kesan humor dan konyol terlihat saat mereka bertemu dengan tetangga mereka yang kebetulan berkerudung dan tengah hamil. Tentu saja, telinganya tak tampak. Pengamatan yang mereka lakukan berakhir berantakan, saat tanpa sengaja tetangganya itu meninggalkan barang bawaannya, berupa sekeranjang telur.
Film asal Purbalingga berjudul Pigura juga menjadi tontonan yang sayang jika dilewatkan. Film karya pelajar SMP 4 Satu Atap Karangmoncol itu menceritakan kerinduan anak, Gati dan Bagas, yang ditinggal merantau oleh ayahnya. Film yang berkisah tentang keluarga itu berhasil memenangi Gayaman Award.
Tidak semua film mengambil ending secara jelas. Pelajar dari SMA Kutasari Purbalingga memilih menyelesaikan film Kalung Sepatu dengan ending yang menggantung. Film itu bercerita mengenai seorang pelajar yang dilematis. Dia harus berlatih sepakbola untuk mempersiapkan sebuah pertandingan. Namun dia juga harus menggantikan ayahnya yang tengah sakit, untuk menyadap nira.
Berkalung sepatu, anak itu menyelesaikan pekerjaannya menyadap nira. Selesai menyadap, dia segera ke lapangan untuk berlatih sepakbola. Namun ayahnya tidak suka. Sepatu bola itu pun dibakar. Cerita Kalung Sepatu itu berakhir.
Produktifitas pelajar Purbalingga dalam memproduksi film memang luar biasa. Dari 26 film kategori Gayaman yang dikirim oleh peserta, 17 di antaranya adalah kiriman dari Purbalingga. Wajar jika ada tiga film asal kabupaten itu yang masuk sebagai nomine. Melalui film berdurasi pendek, pelajar Purbalingga berhasil menciptakan alur cerita yang cukup mengalir. Teknik pengambilan gambar serta akting para aktor jauh dari kesan asal-asalan.
"Purbalingga memang menjadi acuan produksi film pelajar," Kata direktur Festival Film Solo, Ricas CWU. Festival film rutin diselenggarakan di kabupaten itu dalam kurun enam tahun terakhir. Pelajar semakin tertantang untuk membuat film.
Lantas, di mana karya sineas asal Solo? “Mereka terpaksa hanya jadi penonton,” kata Bayu Bergas, salah satu kurator. Dari sekitar 190 film yang diterima panitia untuk semua kategori, hanya lima film pendek yang merupakan karya sineas asal Solo. Setelah diseleksi, tak satu pun yang dianggap layak masuk nominasi.
AHMAD RAFIQ