Sebelumnya, pesawat jenis MA-60 milik Merpati Nusantara Airlines jatuh di Kaimana, Papua Barat, pada Sabtu, 7 Mei 2011. Dalam kecelakaan itu, sebanyak 25 orang tewas. Pesawat buatan Xi'an Aircraft Industry Ltd, Cina, itu tak memiliki lisensi FAA. Kendati tidak memiliki lisensi FAA, pesawat itu tetap bisa beroperasi di Indonesia.
Mustafa mengatakan, nantinya keputusan yang akan diambil pemerintah berdasarkan hasil dan masukan dari investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi. "Kami menunggu dulu hasil KNKT. Kami mendorong supaya KNKT bisa secepatnya mengeluarkan hasil. Supaya kami bisa menyikapi lebih lanjut musibah ini," katanya.
Menurutnya, nantinya Menteri Perhubungan yang akan mengeluarkan kebijakan apakah Merpati masih boleh memakai pesawat buatan Cina itu atau tidak. Hal ini berkaitan dengan regulator Kementerian Perhubungan. "Kalau Menteri Perhubungan mengatakan stop dulu, kami stop," ujar Mustafa.
Pasca kejadian ini, pemerintah belum berniat menghentikan kebijakan penyuntikan dana menyokong kinerja Merpati. Mustafa mengatakan, Merpati berada dalam program restrukturisasi yang ditangani PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA). PPA telah mengusulkan tambahan anggaran penyertaan modal negara sebesar Rp 2 triliun. Baik dengan PPA maupun dengan DPR, supaya mereka dapat dukungan untuk melakukan semacam PMN ke Merpati. Ia mengatakan kelaikan Merpati ini telah melalui kelaikan teknis, kelaikan finansial, kelaikan ekonomis atau bisnis, dan sudah melalui pengkajian.
Kata Mustafa, pemerintah akan berusaha mencegah agar kecelakan ini tidak terulang. Hal ini dilakukan dalam sejumlah rapat pasca kejadian itu. "Tentu saja, manajemen di dalam, secara korporasi kami kementerian BUMN, sebagai komisaris, kami pun rapat," katanya. Mustafa sudah mendesak agar terus memantapkan diri dalam memperbaiki segala lini untuk menghindari kecelakaan serupa.
EKO ARI WIBOWO