Ketua Kampung Siaga Bencana Desa Ngadirejo, Atmo, mengatakan wilayah Ngadirejo merupakan yang paling parah yang terkena dampak erupsi Gunung Bromo. "Sebagian besar lahan tidak bisa ditanami," katanya, Rabu, 11 Mei 2011.
Menurut dia, sejumlah warga sudah mencoba untuk menanami lahan pertanian miliknya dengan tanaman jagung. "Sempat tumbuh sebentar, namun tanaman tiba-tiba mati," kata Atmo.
Padahal, warga setempat sangat bergantung pada lahan pertaniannya. Atmo mengatakan jalan satu-satunya adalah membersihkan lahan mereka dari timbunan pasir. Tapi, kata dia, untuk melakukannya butuh tenaga dan biaya yang tidak sedikit. "Diperlukan alat berat untuk membersihkannya," katanya. Namun, alat berat ini pun tak bisa dioperasikan akibat kondisi kontur lahan di Ngadirejo.
Akibat kondisi tersebut, kini sebagian besar lahan pertanian di Ngadirejo tak bisa ditanami dan warga banyak yang kehilangan mata pencahariannya. "Sebagian memilih untuk menjadi buruh tani di desa tetangga yang lahan pertaniannya masih bisa digarap atau merantau ke luar daerah," kata Atmo.
Kepala Seksi Perlindungan Tanaman Bidang Teknik Produksi Dinas Pertanian Kabupaten Probolinggo, Arif Kurniadi, mengatakan pemerintah hingga saat ini masih belum bisa menemukan solusi kecuali membersihkan pasir yang menimbun lahan pertanian warga. "Selain Desa Ngadirejo, lahan pertanian di Kecamatan Sukapura sampai saat ini belum bisa diolah. Ketebalan abu lebih dari setengah meter," katanya.
Hanya saja, kata dia, untuk bisa membersihkan lahan warga, dibutuhkan anggaran yang sangat besar karena luasnya lahan pertanian yang tertimbun pasir dengan kadar silikat tinggi itu. "Dinas Pertanian dan Dinas Pekerjaan Umum tidak mampu untuk menyelesaikan persoalan ini," kata Arif.
Menurutnya, Kementerian Pertanian dan Kementerian Pekerjaan Umum melalui APBN akan mengucurkan anggaran untuk menyelesaikan masalah yang kini dihadapi warga sekitar Bromo. "Tapi, kami belum tahu kapan realisasinya," kata Arif.
DAVID PRIYASIDHARTA