TEMPO Interaktif, Jakarta - Menteri Perhubungan Freddy Numberi mengaku kecewa karena kotak hitam pesawat MA-60 milik PT Merpati Nusantara yang jatuh di Kaimana, Papua, ternyata dienkripsi alias dikunci dalam bahasa Cina.
Akibatnya, Komite Nasional Keselamatan Transportasi tak bisa membukanya di Indonesia. "Ini yang bikin saya kurang puas," kata Freddy sebelum sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden, Kamis, 12 Mei 2011.
Freddy menuturkan dari kotak hitam itu, perekam data suara (voice data recorder) sudah bisa dibuka. Namun, perekam data penerbangan (flight data recorder) tak dapat dibuka. "Karena ada instrumen yang harus kita minta (ke Cina) untuk encrypt-nya," ucapnya.
Tim Komite Nasional kini sudah berangkat dan membawa perekam data penerbangan ke Cina. Adapun perekam data suara tersebut kini sedang dianalisis.
Freddy menambahkan Kementerian menilai MA-60 buatan Xi'an Aircraft Industry, Cina, sebetulnya memenuhi syarat kelayakan karena mendapat sertifikasi kelayakan dari Cina dan Indonesia. Meski jenis pesawat itu tak memiliki sertifikat kelayakan Federation Aviation Administration dari Amerika Serikat, tapi International Civil Aviation Organization membolehkan tiap negara melansir sertifikat kelayakan sendiri. "Dengan demikian, saya pikir yang kita keluarkan dari aspek teknis tidak ada masalah," tuturnya.
Pesawat Merpati jenis Xian MA-60 jatuh di perairan Kaimana, Papua Barat, 7 Mei 2011 lalu, dengan 27 korban jiwa.
Proses pengadaan pesawat MA-60 dilakukan pada 2005-2010 untuk menggantikan armada Merpati Airlines yang sudah tua. Merpati dan Xi'an pada 24 November 2005 menyepakati pembelian 15 unit pesawat MA-60. Pada tahun yang sama, Kementerian Perhubungan mengeluarkan sertifikat pesawat atau ATC (Aircraft Type Certificate) untuk pesawat MA-60 sehingga laik terbang di Indonesia.
Dalam pengadaannya, diduga ada 'kongkalikong' penggelembungan harga pembelian pesawat yang melibatkan staf khusus presiden.
BUNGA MANGGIASIH