TEMPO Interaktif, Surakarta - Sigit Qordhowi terduga teroris yang tewas ditembak Detasemen Khusus 88 dalam sebuah penyergapan di Desa Sanggrahan, Grogol Sukoharjo, dikenal tetangganya sebagai pribadi yang jarang bergaul dengan tetangga sekitar. “Dia juga jarang kumpul-kumpul sama warga. Meskipun cuma di warung di depan rumahnya,” ujar Jarot (bukan nama sebenarnya) tetangga Sigit di Gang Arjuna, RT 01 RW 04, Brondongan, Kelurahan Serengan, Kecamatan Serengan, Surakarta, saat dihubungi Tempo, Minggu, 15 Mei 2011.
Jarot juga mengaku tak melihat tanda-tanda Sigit sebagai teroris sehingga tak percaya jika Sigit disebut sebagai teroris. “Saya dan tetangga di sini sama sekali tidak yakin dan percaya kalau dia teroris,” tegasnya.
Setahu Jarot, Sigit aktif dalam kegiatan Laskar Umat Islam. “Kalau laskar iya, tapi teroris tidak,” lanjutnya. Dia dan tetangga lainnya memang jarang ketemu Sigit, kecuali saat salat Jumat. Setelah salat, Sigit langsung pulang ke rumah dan tidak berbaur dengan warga.
Jarot juga mengaku tidak tahu secara pasti pekerjaan Sigit. Sigit dikatakannya akhir-akhir ini jarang pulang ke rumah. Di rumah tersebut selain Sigit, tinggal kedua orang tuanya.
Jarot mengatakan setelah peristiwa Sabtu, 14 Mei 2011 dini hari, di mana Sigit dan Hendra Yunianto tewas ditembak tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri di Sukoharjo, kedua orang tua Sigit meninggalkan rumah. “Mereka pergi Sabtu siang,” lanjutnya.
Salah seorang kawan lama Sigit, Kholid, mengatakan dia memang berkawan akrab dengan Sigit lima tahun lalu. “Tapi, sudah tiga tahun terakhir tidak pernah kontak,” ujarnya. Setahu dia, Sigit berjualan madu dan air minum kemasan.
Pantuan Tempo, rumah Sigit tertutup rapat. Pintu gerbang besi warna hijau menutup halaman rumah yang ditumbuhi pohon mangga. Di teras rumah terlihat sebuah sepeda motor dan mobil terparkir. Sementara, lampu teras masih menyala.
UKKY PRIMARTANTYO