TEMPO Interaktif, Jakarta - Konsorsium sejumlah perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bakal menyewa lahan petani. Menteri BUMN Mustafa Abubakar mengatakan, program sinergi ini terpisah dari program Kementerian Pertanian meskipun tujuannya sama: mencapai target swasembada pangan nasional.
Nantinya, lokasi pelaksanaan akan terpisah dengan program Kementerian Pertanian. “Lahan yang akan disewa tersebar di Aceh, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan,” kata Mustafa kepada Tempo, Selasa (17/5).
engan program ini, menurut Mustafa, diharapkan akan menghasilkan minimal 3,725 juta ton gabah kering panen. Tambahan produksi minimal 0,56 juta ton, 1,5 juta ton jagung, dan 0,06 juta ton kedelai pada tahun ini. Target produksi tersebut diharapkan terus meningkat hingga 2014.
Sebelumnya, Kementerian BUMN mencanangkan Gerakan Produksi Pangan dengan Sistem Korporasi (GPPK). Program ini untuk memproduksi bahan pangan yang terdiri dari padi, jagung, kedelai, daging (bibit sapi potong), dan gula. Selain mendukung pencapaian surplus pangan nasional, juga mengoptimalkan BUMN terkait memperkenalkan sistem korporasi dalam budidaya tanaman pangan kepada petani.
Beberapa BUMN yang terlibat, antara lain PT Pertani dan PT Sang Hyang Seri. Kedua perusahaan ini bertugas menyediakan benih unggul. PT Pupuk Sriwijaya menyediakan pupuk dan Perum Jasa Tirta I dan II untuk pengairan. BUMN lain yang dilibatkan adalah Perum Perhutani, PT Inhutani, dan PT Perkebunan Nusantara untuk penyediaan lahan. PT Berdikari untuk produksi jagung dan pakan ternak dan Perum Bulog untuk pengelolaan hasil produksi.
Program ini melibatkan lahan petani seluas 570 ribu hektar yang akan disewa BUMN tersebut untuk budidaya padi. PT Pertani menyewa 200 ribu hektar, PT Sang Hyang Seri 200 ribu hektar, PT Pupuk Sriwidjaja dan Perum Perhutani masing-masing 100 ribu dan 70 ribu hektar. Selain padi, 260 ribu hektar lahan akan disewa untuk budidaya jagung dan 50 ribu hektar untuk kedelai.
Ketua Umum Serikat Petani Indonesia, Henry Saragih, menilai langkah pemerintah menyewa lahan petani sebagai kekeliruan yang besar. Sebab yang harus dilakukan pemerintah untuk meningkatkan produksi beras nasional adalah mencetak sawah baru pada lahan terlantar. Saat ini ada sekitar 9,2 juta hektar lahan terlantar. Pengelolaan dan kepemilikan sawah-sawah baru ini, kata Henry, diserahkan kepada petani.
Pemerintah semestinya segera membagikan tanah kepada petani gurem melalui Program Pembaruan Agraria Nasional. Program ini pernah dijanjikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dengan begitu niscaya target produksi pangan tercapai.
Selain itu, lumbung pangan nasional (sentra padi) adalah lumbung pangan rakyat tani yang dikelola dan dimiliki oleh petani, bukan diserahkan kepada perusahaan. “Penyewaan lahan akan semakin menjauhkan petani kecil dari alas produksi (tanah),” katanya, sehingga, “pengangguran dan kemiskinan akan terus meningkat di pedesaan.”
Mustafa membantah anggapan bahwa nantinya sistem sewa lahan tersebut akan merugikan petani pemilik lahan. BUMN menjamin akan melibatkan petani untuk menggarap lahan-lahan pertanian yang disewa. "Konsepnya, selain petani menerima pembayaran sewa, mereka juga akan dilibatkan sebagai penggarap.”
EVANA DEWI | ROSALINA | AGUSSUP