TEMPO Interaktif, Jakarta - Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional, Sigit Pramono, meragukan kesiapan industri sektor riil Indonesia menyerap kredit perbankan. Pernyataan ini ia sampaikan setelah melihat tingginya porsi kredit yang belum cair.
“Undisbersed loan masih tinggi,” kata Sigit dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi Keuangan DPR RI pada Senin, 23 Mei 2011.
Ia menilai ada banyak faktor yang menyebabkan sektor riil sulit menyerap kredit perbankan. Di antaranya masalah infrastruktur, Undang-Undang Tenaga Kerja, masalah energi listrik, dan sumber daya. “Masalah dari perbankan hanya sedikit,” katanya.
Ia pun membantah jika bunga kredit disebut terlalu tinggi. Masalah utama pada sektor riil bukanlah suku bunga kredit, melainkan akses pelaku industri riil kepada kredit perbankan. “Suku bunga itu sudah berada di titik terendah sepanjang sejarah Indonesia,” kata Sigit.
Regulator perlu membenahi aturan untuk meningkatkan akses pelaku industri riil kepada kredit. Salah satu hal yang ia usulkan adalah parlemen bersama pemerintah menyusun satu rencana induk pengembangan industri nasional. “Perlu ada konsensus nasional,” kata Sigit.
Jika konsensus mengenai pengembangan industri itu terbentuk bank akan lebih mudah menyalurkan kredit. Bunga kredit pun berpotensi menurun. “Sebab premi risiko jadi kecil,” kata Sigit.
Ketua Umum Himpunan Bank-bank Negara (Himbara), Gatot M. Suwondo, mengatakan hingga Maret 2011 ada dana kredit sebesar Rp 623,2 triliun yang belum cair. Senada dengan Sigit, ia pun menilai tingkat kredit yang belum cair ini tinggi.
ANANDA BADUDU