Menurut Gemilang, akibat pembatasan truk tersebut pihaknya mengalami kerugian hingga Rp 12 miliar sehari. “Kami jalan saja sudah rugi, ya sudahlah sekalian saja kami tak jalan,” katanya.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono berharap Organda membatalkan rencana mogok itu. “Kalau bisa jangan (mogok) lah,” kata dia. Menurut Pristono, pembatasan truk tidak menimbulkan kerugian. “Justru arus kendaraan lebih lancar karena pembagian penggunaan jalan jadi optimal,” katanya.
Pristono menjelaskan ada empat indikator yang menunjukkan keberhasilan kebijakan tersebut. “Pertama, ketika KTT ASEAN, arus kendaraan di tol dalam kota mencapai 19,25 km per jam meningkat menjadi 34,53 km per jam,” katanya. Selanjutnya, penumpang bus Transjakarta koridor IX dan X meningkat. “Karena jalanan semakin lancar, semakin sedikit kendaraan yang masuk busway,” katanya. Dari 40 ribu penumpang bertambah menjadi 44 ribu penumpang.
Indikator ketiga, kata dia, polusi berkurang. “Tapi, kami masih menunggu data dari BPLHD agar semakin akurat,” kata dia. Sedangkan indikator lainnya, adalah pengurangan pemborosan BBM. “Kalau truk lewat tol dalam kota pada malam hari, itu akan mengurangi BBM yang mereka butuhkan ketimbang memutar ke Serpong pada siang hari,” kata Pristono.
Data dari dinas perhubungan menunjukkan pada pukul 23.00 WIB, ada 1.776 kendaraan berat di dua arah tol dalam kota. “Ini terus meningkat karena truk terus mengubah pola distribusi barang dan berimbas kemacetan di siang hari dan sore hari berkurang,” katanya.
Bila angkutan berat mengubah pola pengangkutan waktu dan distribusi barang dari siang menjadi malam, kata dia, jalanan Jakarta akan semakin lancar. “Truk kan lebih suka jalur pendek dan itu tersedia malam hari,” katanya.
Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menolak berkomentar panjang seputar kebijakan ini. “Komentar Pristono di media sudah mewakili saya,” kata dia pada wartawan seusai rapat paripurna di DPRD.
AMANDRA MUSTIKA MEGARANI