TEMPO Interaktif, Jakarta - Sekretaris Jenderal Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Rachim Kartabrata memperkirakan target ekspor kopi sebesar 300 ribu ton tidak akan tercapai tahun ini. Prediksi itu terlihat dari masih banyaknya keluhan pengusaha mendapatkan pasokan kopi selama kuartal pertama lalu.
Seretnya pasokan kopi disebabkan oleh rendahnya produksi kopi dari daerah produsen, seperti kopi arabika dari Medan dan Surabaya serta kopi robusta dari Lampung. Daerah tersebut telah dilanda cuaca yang kurang menentu, ditambah tanaman kopi yang tidak lagi produktif. "Perlu ada peremajaan dan perawatan," ucapnya, kemarin.
Tidak hanya itu, pengusaha juga kesulitan mencari harga yang cocok dengan petani. Sebab, petani cenderung memberikan harga di atas kemampuan eksportir. Bahkan sering terjadi disparitas harga karena petani mematok harga lebih tinggi dibanding pasar ekspor. "Terpaksa pengusaha dan petani saling menunggu harga yang baik," ucapnya.
Pengusaha kopi dalam negeri juga mengaku sulit memanfaatkan kenaikan harga kopi di sejumlah negara tujuan ekspor. Alasannya, harga kopi dalam negeri sudah naik, bahkan lebih tinggi dibanding harga kopi dunia. Akibatnya, pengusaha tidak bisa langsung mengambil langkah cepat bila terjadi pergerakan harga di negara tujuan ekspor.
Rachim mencontohkan, saat ini harga kopi dari petani sebesar Rp 18 ribu per kilogram. Harga tersebut membuat pengusaha sulit untuk memperoleh keuntungan bila diekspor. "Maunya sih harganya lebih rendah beberapa persen dibanding kopi dunia," kata dia.
Harga kopi dunia mengalami kenaikan akibat pasokan dari Vietnam menurun. Salah satu negara eksportir utama kopi ini menderita gagal panen karena cuaca buruk seperti kekeringan dan banjir. Walhasil, harga kopi robusta di bursa NYSE LIFFE untuk pengiriman Juli 2011 naik menjadi US$ 2.543 per ton. Padahal pekan lalu harganya masih US$ 2.473 per ton.
Pengusaha kedai kopi dunia seperti Starbucks Corp, Maison du Cafe, serta Cafe Pilao juga akan menaikkan harga kopi kemasan rata-rata 17 persen di Amerika Serikat dan 6 persen di Kanada.
Menanggapi hal tersebut, Rachim menilai kondisi saat ini berbanding terbalik dengan tahun lalu. Pengusaha mampu mengekspor kopi hingga 400 ribu ton, lebih 1.000 ton dari target semula karena produksi kopi cukup memadai serta ada kecocokan harga antara pengusaha dan petani.
TRI SUHARMAN