TEMPO Interaktif, Lumajang - Peringatan hari kelahiran Pancasila ke-66 di di Paseban Agung Sonyoruri, Lereng Gunung Lemongan, Desa Papringan, Kecamatan Klakah, Kabupaten Lumajang, dilakukan seratusan orang yang mengaku sebagai pengagum Soekarno, Presiden Pertama Negara Republik Indonesia. Mereka melakukan ritual macapatan.
Ritual macapatan ini dilakukan setiap 31 Mei, pada malam hari menjelang hari kelahiran Pancasila pada 1 Juni. Peserta ritual macapatan ini berasal dari sejumlah daerah di Jawa Timur, bahkan ada yang dari luar Jawa Timur.
Ritual macapatan ini dilakukan sejak kemarin malam mulai pukul 19.00 hingga dini hari tadi. Ada sebagian kelompok lainnya yang bahkan melakukan ritual macapatan ini hingga pagi menjelang waktu Subuh.
Ada yang sampai pagi hari. Mbah Prangko yang biasa melakukan ini," kata Hari Aji, perupa senior dari Surabaya yang juga khusus datang ke Padepokan Mbah Citro untuk mengikuti peringatan hari kelahiran Pancasila.
Dia mengatakan, sejumlah tembang macapat yang dilantunkan, antara lain Mijil, Sinom, Kinanti, Asmaradana, Dandanggula, Pangkur, Durma, Pocung, Gambuh, Megatruh serta Maskumambang. Hari menambahkan, macapat itu berisikan nilai-nilai luhur Jawa.
Hari mengatakan, saat ini banyak ajaran-ajaran luhur Jawa yang sudah dilupakan, terutama oleh para pemimpin. Dalam ajaran Jawa, seperti pada macapat ini terkandung nilai-nilai luhur yang tak lekang dimakan zaman. “Dalam macapatan diajarkan nilai-nilai kepemimpinan,” katanya
Seorang pemimpin, menurut falsafah Jawa, kata dia, harus berpedoman pada Hasta Brata atau Delapan Ajaran Utama Seorang Pemimpin. Seorang pemimpin itu harus memenuhi delapan unsur, yakni Matahari, Air, Angin, Bintang, Rembulan, Tanah, Api, dan Laut. “Sebagai matahari, pemimpin harus bisa menerangi rakyatnya, “ katanya.
Delapan ajaran utama itu harus dipegang oleh pemimpin Indonesia, yakni Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. “Delapan ajaran utama itu harus dipegang oleh pemimpin kita, utamanya presiden,” kata Hari.
DAVID PRIYASIDHARTA