TEMPO Interaktif, Lumajang - Tas punggung kecil tipis warna hijau dan hitam seperti melekat di punggungnya yang bidan dan kokoh. Bak benteng ketaton, salah satu dari lima trail runner terbaik dunia ini menyusuri trek terjal dan curam Gunung Lemongan, Lumajang, Jawa Tengah.
Bersama 19 pelari, trail mancanegara ini menjajal salah satu trek gunung di Jawa Timur, Sabtu, 4 Juni 2011 pagi sekitar pukul 08.00 WiB. Sehari sebelumnya, 20 trail runner ini beradu kecepatan lari lautan pasir Gunung Bromo serta Gunung Semeru.
Jenis olahraga lari ini memang memanfaatkan medan yang tidak lazim, yakni di medan berpasir, berbatu dan berbukit. Hanya, Sherpa Dachiri Dawa, warga negara Nepal ini bertanggung jawab untuk mendampingi, mengawal sekaligus memantau langsung ada balap lari di medan terjal ini.
Ajang adu balap lari Les Volcans Del 'Extreme edisi pertama 2011 ini digarap Dachiri Dawa Sherpa di Jawa Timur. Adu balap lari trail ini mengambil start awal di muka Paseban Agung Sonyoruri, Desa Papringan Kecamatan Klakah Kabupaten Lumajang Jawa Timur tepatnya di kaki Gunung Lemongan dan berakhir di pemukiman penduduk desa setempat.
Ditemui di kaki Gunung Lemongan, akhir pekan kemarin, Dachiri mengaku, trek gunung di 13 negara sudah dia jajal. "Sudah banyak gunung di sejumlah negara yang saya susuri," kata pria yang sudah puluhan kali menjajal trek Gunung Everest, Nepal.
Untuk trek Gunung Lemongan dengan ketinggian 1.676 meter di atas permukaan laut ini, Dachiri mengatakan, hampir sama dengan trek gunung Semeru. "Namun, secara teknis, Gunung Lemongan lebih sulit," katanya. Setiap gunung, bagi Dachiri, memiliki keunikan serta keistimewaannya masing-masing.
"Gunung ini (Lemongan) juga memiliki keunikannya sendiri. Seperti batu, tumbuhan serta medannya juga memiliki keistimewaannya sendiri," katanya. Dachiri mengaku akan menjadikan trek Gunung Lemongan sebagai obyek running trail tahun depan.
"Tahun depan kami akan kembali kesini," katanya. Postur Dachiri cukup tinggi, sekitar 175 sentimeter dengan tubuh bugar serta ditopang dengan kaki-kakinya yang kokoh karena kerap berlari di medan yang ekstrem. Dia mengaku selalu menyukai tempat yang baru. "Terutama waktu mengobrol dengan masyarakat di sekitar gunung dimana tepat kami lakukan kegiatan ini," katanya.
Karena itu, di setiap gunung yang dia susuri, dia selalu menyempatkan waktu untuk berbaur dengan warga setempat. Bahkan, dia tidak segan untuk memenuhi permintaan warga setempat sebelum mendaki gunung ini.
Seperti akhir pekan kemarin, Dachiri menyempatkan waktu untuk menanam pohon di kaki Gunung Lemongan. Belasan trail runner lainnya juga diminta olehnya untuk juga menanam pohon yang telah disediakan Laskar Hijau, kelompok peduli lingkungan di desa setempat. Dachiri bahkan sempat berlama-lama di kaki Lemongan sembari menunggu pelari lainnya yang ada di belakangnya.
Selain menanam pohon, Dachiri juga sempat mencicipi Talas yang disuguhkan Laskar Hijau. "Di tempat saya juga ada makanan ini," kata Dachiri sembari mengambil Talas yang disodorkan kepadanya. Dachiripun langsung melahap tandas talas tersebut. Dua kali Dachiri disodori talas yang sudah dikukus dan dua kali pula dia melahap tandas talas itu.
Sewaktu menanti trail runner lainnya, Dachiri, tak henti-hentinya diminta untuk berfoto bersama dengan sejumlah anggota Laskar Hijau.
Tak hanya Laskar Hijau saja tampaknya, para jurnalis yang meliput kegiatan ini juga kepincut untuk berfoto bersama dengan pemenang medali emas Olimpiade Musim Dingin Vancouver 2010. Dan memang harus diakui ketangguhan serta kecepatan pria ini serta belasan tral runner lainnya.
Gunung Lemongan setinggi 1.676 meter itu hanya ditempuh dengan waktu 64 menit. Dan turunnya hanya 25 menit. Padahal para pendaki gunung desa setempat memerlukan waktu tiga jam lebih untuk mendaki gunung tersebut. Sedangkan untuk trek Gunung Semeru hanya ditempuhnya dengan waktu lima jam.
DAVID PRIYASIDHARTA