TEMPO Interaktif, Tangerang - Lima ratusan pria dan wanita riuh memenuhi gedung olahraga yang terletak di Jalan A. Damyati, Tangerang, Sabtu, 4 Juni 2011 malam. Para wanita megenakan baju adat Suku Karo yang didominasi warna merah dan hitam, lengkap dengan hiasan kepala. Kaum lelaki mengenakan kemeja batik dengan selembar ulos merah diselempangkan di bahu. Diiringi alunan musik, mereka serempak menari.
Inilah acara temu kangen yang digelar warga asal Tanah Karo yang sudah puluhan tahun menetap di Tangerang dan sekitarnya, seperti Jakarta, Bogor, Bekasi, Depok, dan Provinsi Banten. Acara itu dikemas dalam sebuah malam seni dan budaya Karo.
Ketua panitia, Haran Tarigan, yang sehari-hari bekerja sebagai hakim di Pengadilan Tangerang, sebagai mburo ate tedeh atau melepas rindu pada kampung halaman. Rindu itu ditujukan pada alam dan budaya di Tanah Karo, sebuah wilayah dataran tinggi di kaki Gunung Sinabung, Bukit Barisan, Sumatera Utara.
Sumber Rajasa Ginting yang sudah bermukim di Tangerang sekitar sepuluh tahunan mengatakan malam seni ini acap digelar sebagai ajang pertemuan saudara, kawan lama, dan ajang pembicaraan bisnis serta silaturahmi. "Tak jarang ada yang mendapatkan jodoh di sini, maka semakin malam acara semakin ramai, pengunjung asal Karo tak henti datang," kata Rajasa.
Sejumlah tamu kehormatan diundang di acara yang diprakarsai perpulungen (perkumpulan) warga Batak Karo Kota Tangerang itu, termasuk di antaranya Bupati Tanah Karo, Suka Ukur Surbakti.
Acara ini juga dihadiri sejumlah pejabat Pemerintah Kota Tangerang, seperti Harry Mulya Zein, Sekretaris Daerah yang mewakili Wali Kota Wahidin Halim serta Ketua DPRD Herry Rumawatine. Keduanya disematkan selembar ulos sebagai tanda hormat. Kalimat ‘mejuah-juah’ yang menjadi salam khas Karo itu pun diucapkan Harry dan rHery, yang langsung disambut hangat dengan ucapan yang sama oleh seluruh hadirin.
"Perhelatan ini harus terus ada dan setiap tahun harus digelar. Kami mendukung sebagai bagian budaya yang harus dilestarikan," kata Harry Mulya Zein. Dia mengatakan betapa besar peran warga Tanah Karo dalam ikut memajukan pembangunan di Tangerang.
Lagu-lagu khas Karo dinyanyikan oleh sejumlah artis asal Tanah Karo ternama, seperti Tio Fanta dan Santa Hoqi Pinem. Acara ini juga disemarakkan dengan Tari Lima Serangkai, sebuah tarian yang menggambarkan suasana pertemuan lima pasangan muda-mudi Karo yang berakhir dengan terjalinnya hubungan cinta.
Para tamu kemudian diajak menari bersama. Sebagai pengiring, diperdengarkan lagu-lagu khas Batak Karo. Selanjutnya, kelima marga yang menjadi akar rumpun Batak Karo--Sembiring, Perangin-angin, Ginting, Karo-Karo, dan Tarigan--menari bersama secara bergiliran.
Coki Ginting, warga Cibadak, Tigaraksa, yang berasal dari Kabupaten Kabanjahe, Tanah Karo, mengaku gembira bisa datang pada acara itu. "Saya tahu dari Facebook dan chatting dengan teman untuk bisa bertemu di sini," katanya.
AYU CIPTA