TEMPO Interaktif, Denpasar - Perubahan iklim mengancam kualitas sumber daya kelautan dan perikanan di negara-negara Asia Pasifik. Hal itu ditandai dengan menurunnya keanekaragaman hayati, khususnya di kawasan laut.
Persoalan tersebut akan mengakibatkan rentannya ketahanan pangan. “Dampaknya sudah terasa pada kehidupan nelayan dan industri perikanan,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan, Gellwyn Jusuf, usai pembukaan Pertemuan Kelompok Kerja Sumber Daya Konservasi Kelautan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) ke-22 di Kuta, Bali, Senin, 6 Juni 2011.
Masalah itu akan menjadi kajian dalam pertemuan yang akan mempertemukan dua kelompok kerja, yakni kelompok perikanan dan kelompok pelestarian sumber daya kelautan. “Kita berharap hasil kajian akan makin aplikatif untuk merespon tantangan di wilayah ini,” ujarnya.
Isu ketahanan (KTT) Ketahanan Pangan dalam kaitannya dengan sektor perikanan telah diajukan Indonesia dalam World Summit on Food Security (WSFS) ke-137 Dewan Food and Agriculture Organization (FAO) Oktober 2009.
Pemenuhan gizi, seperti yang ditekankan Delegasi RI (Delri) dalam pertemuan ke-137 Dewan FAO tersebut, dapat diperoleh dari sektor perikanan yang juga merupakan salah satu sumber pemenuhan gizi dan protein.
Berdasarkan statistik antara tahun 2005 hingga 2008, produksi perikanan Indonesia mengalami kenaikan rata-rata per tahun sebesar 8,24 persen dari 6,87 juta ton pada tahun 2005 menjadi 8,71 juta ton pada tahun 2008.
Produksi perikanan tersebut sebagian besar digunakan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan telah diolah menjadi produk olahan. Adapun penyediaan ikan untuk konsumsi meningkat rata-rata per tahun 7,78 persen dari 23,95 kilogram per kapita per tahun pada tahun 2005 menjadi 29,98 kilogram per kapita per tahun pada tahun 2008.
Diharapkan penyediaan ikan untuk konsumsi dapat sejajar dengan negara Asia lainnya, seperti Jepang sebesar 110 kilogram per kapita per tahun, Korea Selatan sebesar 85 kilogram per kapita per tahun dan Thailand sebesar 35 kilogram per kapita per tahun.
Sementara itu, Ulises Munaylla dari Peru yang memimpin kelompok kerja sumber daya kelautan APEC menyebutkan, integrasi antara isu perikanan dan sumber daya kelautan akan membuat fokus masalah menjadi lebih jelas. “Tugas kami adalah menerjemahkan kesepakatan di tingkat pemimpin negara menjadi langkah yang lebih riil,” ujarnya.
ROFIQI HASAN