TEMPO Interaktif, Jakarta - Subsidi untuk listrik pada 2012 diperkirakan akan mencapai antara Rp 53,77 triliun hingga Rp 63,17 triliun. Menurut Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Djarman, BPP (biaya pokok produksi) ditambah margin mencapai Rp 180,46 hingga Rp 189,85 triliun, sedangkan penerimaan dari listrik diperkirakan hanya Rp 126,69 triliun.
Sementara, tarif listrik masih tetap sesuai Perpres Nomor 8/2011, yaitu sebesar Rp 729 per kWh.
Djarman menyatakan angka subsidi ini didasarkan pada asumsi harga minyak bumi mencapai US$ 75-95 per barel dan nilai tukar rupiah atas US$ antara Rp 9.000 hingga Rp 9.300. ''Jika harga minyak mencapai mencapai US$ 95 per barel dan nilai tukar rupiah atas US$ hingga Rp 9.300, maka subsidi bisa mencapai Rp 63,17 triliun,'' katanya dalam rapat dengan Komisi Energi, Selasa, 7 Juni 2011.
Sebelumnya, Selasa pekan lalu, Djarman menyatakan subsidi yang harus ditanggung pemerintah mencapai Rp 58 triliun. Saat itu, Djarman memperkirakan pada 2012 harga minyak mencapai US$ 85 per barel dan nilai tukar rupiah atas US$ hingga Rp 9.200.
Biaya pokok listrik tahun depan diperkirakan juga naik antara Rp 962 hingga Rp 1.012 per kWh. Dalam APBN 2011, ditetapkan mencapai Rp 920 per kWh.
Djarman berharap tahun depan porsi pembangkit yang menggunakan bahan bakar minyak berkurang dan pasokan gas naik dibanding tahun ini. Tahun ini pembangkit dengan BBM diperkirakan berkontribusi 18 persen. Tahun depan diperkirakan hanya 10,15 persen. Tahun depan diperkirakan butuh Rp 77,03 triliun hingga Rp 85,46 triliun.
Selain itu, dengan pertumbuhan ekonomi, diharapkan penjualan listrik juga bertambah. Penjualan tahun ini diperkirakan mencapai 153,85 TWh, tahun depan diperkirakan mencapai 173,77 TWh.
NUR ROCHMI