TEMPO Interaktif, Berlin - Menteri Pertanian negara-negara Eropa yang tergabung dalam Uni Eropa kemarin menggelar rapat darurat guna membahas krisis yang diakibatkan wabah E. coli di Luksemburg. Tercatat sudah lebih dari 2.200 orang di 12 negara menderita sakit akibat terinfeksi E. coli--salah satu jenis spesies utama bakteri gram negatif--hingga Ahad lalu. Sebanyak 22 lainnya tewas.
"Semoga kami bisa mencapai kata sepakat," ujar juru bicara Komisi Pertanian Uni Eropa, Roger Waite. Maklum saja, akibat wabah ini, petani mengalami kerugian hingga jutaan euro. Sebut saja Fepex, salah satu kelompok industri buah dan sayuran terbesar di Spanyol, merugi hingga US$ 256 juta atau sekitar Rp 2,2 triliun.
Baca Juga:
Kendati begitu, Pemerintah Jerman, yang negaranya diduga sebagai asal-muasal wabah E. coli itu, mengatakan sejumlah uji laboratorium yang digelar di berbagai perkebunan di utara Jerman ternyata negatif. Dari 40 sampel yang diambil dari perkebunan tersebut, 23 di antaranya dinyatakan negatif. "Penyelidikan masih berlanjut," kata Pemerintah Jerman.
Komisioner Kesehatan Uni Eropa, John Dalli, mengecam kesimpulan hasil penyelidikan Jerman yang dinilainya prematur. "Kalau begini caranya, publik akan panik dan sektor pertanian bakal hancur," katanya. Rusia, yang merupakan negara pengimpor sayuran terbesar di Uni Eropa, melarang impor sayuran segar dari Spanyol.
"Kami tidak akan meracuni masyarakat kami," ujar Perdana Menteri Vladimir Putin. Bakteri E. coli yang menjelma menjadi sejumlah galur (strain), seperti Enterohaemorrhagic E. coli (EHEC), dapat menyebabkan diare, kram perut yang parah, dan demam. Kendati begitu, sebagian besar penderita akan sembuh dalam beberapa hari.
Bakteri E. coli yang berada dalam usus ternak sapi dan domba berpotensi pula menyebabkan terjadinya sindrom hemolytic-uremic (HUS), yang menyerang ginjal dan sistem saraf. Dalam wabah ini, terdapat 1.536 kasus EHEC dan 627 kasus HUS di Jerman, seperti dilansir Badan Kesehatan Dunia (WHO).
GUARDIAN | INDEPENDENT | EURONEWS | ANDREE PRIYANTO