TEMPO Interaktif, Sleman - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siraj, mengatakan menjadi seorang Islam yang ekstrem lebih mudah dibanding menjadi seorang Islam yang moderat. “Kalau mau ekstrem, tinggal bilang saja yang tidak disenangi dengan 'kafir’. Beda dengan kalau mau jadi moderat dan toleran, harus dengan pemahaman mendalam,” kata Said dalam pengajian Majelis Tabarruk Aswajan di Hotel Sahid Raya, Sleman, Yogyakarta, Rabu 8 Juni 2011.
Di hadapan ratusan kader NU di wilayah Yogyakarta, Said kembali merekam jejak sejarah kenabian Muhammad yang telah berpikir moderat dalam hidupnya. Nabi Muhammad, tutur Said Aqil, telah berhasil menerapkan pemikiran tentang pentingnya tatanan masyarakat modern yang berdasar pada satu cita-cita dan visi.
“Rasullulah tidak pernah menjadikan agama sebagai dasar negara sebagai kekuatan legal formal namun hukum keadilan,” kata dia.
Dia mencontohkan, ketika Nabi Muhammad SAW pernah digoda 360 berhala, dia tidak pernah melakukan tindakan kekerasan terhadap berhala tersebut. “Nabi mendahulukan keamanan umat terlebih dahulu karena tindakan kekerasan dan caci maki itu sama saja dengan bunuh diri,” katanya.
Namun, setelah pindah dari Mekkah, Nabi menyusun strategi karena menemui masyarakat yang majemuk. Dalam kondisi ini, yang dibutuhkan adalah persiapan mental dan berpikir tanpa kepentingan. Said melanjutkan, Nabi pun mengecam ketika ada umatnya yang membunuh sesama yang berbeda agama.
“Rasululah bersabda, ’Jika kamu membunuh umat beda agama, akan berhadapan dengan saya. Dan jika kamu berhadapan dengan saya, kamu pasti tak akan masuk surga," kata Said.
Said pun mengajak para kader Nahdlatul Ulama dalam kondisi kekinian harus bisa mengawal Islam moderat yang toleran. Dan hal itu diakuinya membutuhkan kesabaran, pengorbanan, dan toleransi. Tugas ini telah dirintis dengan berdirinya 14 pengurus cabang Nadhlatul Ulama di luar negeri.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar yang juga hadir dalam acara itu menuturkan, agama Islam lebih dari persoalan akidah dan syariah. Menurut dia, ada misi yang lebih besar yang diemban saat ini, yakni soal kemanusiaan.
PRIBADI WICAKSONO