TEMPO Interaktif, Tangerang - Ambisi Pemerintah DKI Jakarta untuk menjadikan Desa Ciangir, Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang, sebagai lokasi pengolahan sampah terpadu tampaknya bakal tak terwujud. Sebab, Pemerintah Kabupaten Tangerang telah mengubah Rencana Umum Tata Ruang (RTRW) wilayah itu dari peruntukan tempat pengolahan akhir sampah menjadi kawasan permukiman.
”Dalam RTRW yang baru, semua kawasan Legok termasuk Ciangir diubah peruntukannya menjadi kawasan hunian atau perumahan,” ujar Kepala Dinas Tata Ruang Kabupaten Tangerang, Akip Samsudin, kepada Tempo, Ahad, 12 Juni 2011.
Menurut Akip, perubahan RTRW untuk periode 2011-2031 tersebut sudah diketok palu oleh DPRD Kabupaten Tangerang akhir tahun lalu dan saat ini masih dalam pengkajian Kementerian Pekerjaan Umum. Akip mengungkapkan, dalam RTRW yang lama sebagian Kecamatan Legok memang sudah diperuntukkan sebagai kawasan permukiman. ”Dan sekarang semuanya diperuntukkan menjadi kawasan permukiman,” kata dia.
Dengan perubahan RTRW tersebut, kata Akip, secara otomatis Pemerintah DKI Jakarta tidak bisa menggunakan lahannya seluas 100 hektare yang ada di Desa Ciangir untuk tempat pembuangan atau pengolahan sampah. ”Jadi, harus mengikuti RTRW yang baru,” kata Akip.
Kepala Dinas Kebersihan, Pertamanan, dan Pemakaman Kabupaten Tangerang, Agus Suryana, menambahkan dengan adanya perubahan RTRW berarti tidak akan ada lagi wacana tempat pengolahan sampah atau pembuangan sampah di Desa Ciangir. “Ada perubahan mendasar dari TPA menjadi kawasan perumahan,” ujarnya.
Dengan begitu, ia menambakan, peluang proyek TPST Ciangir kemungkinan besar sudah tertutup. Selain karena perubahan RTRW, menurut Agus, proyek TPST Ciangir juga tidak mendapat respons positif warga Ciangir. ”Setelah kami melakukan survei, ternyata banyak masyarakat yang tidak setuju.”
Agus menilai, selama ini upaya Pemerintah DKI Jakarta untuk menjadikan Ciangir sebagai tempat pengolahan sampah terpadu tidak maksimal, baik melakukan sosialisasi kepada masyarakat maupun pendekatan kepada Pemerintah Kabupaten Tangerang. Kondisi itulah, kata dia, yang menciptakan masyarakat tidak merespons bahkan cenderung menolak.
Masyarakat justru ketakutan dengan wacana Ciangir dijadikan tempat pengolahan sampah. ”Alasan masyarakat dari aspek bau, kotor, lingkungan dan sosial,” kata Agus. Menurutnya, aspek psikologi masyarakat ini sangat berat, sehingga Pemerintah Kabupaten Tangerang harus benar-benar berhati-hati dalam mengambil keputusan.
Terkait dengan wacana pembangunan TPA Regional di Ciangir, Agus mengatakan, sejauh ini pihaknya belum sama sekali diajak bicara baik oleh Pemerintah DKi jakarta ataupun Kementerian Pekerjaan Umum. ”Justru kami tahunya dari pemberitaan media,” katanya.
Menurut Agus, Pemerintah DKI Jakarta dan pemerintah pusat tidak bisa begitu saja membuat wacana seperti itu. ”Meski itu tanah milik DKI Jakarta, lokasinya di Kabupaten Tangerang. Yang dihadapi adalah masyarakat Kabupaten Tangerang,” kata Agus.
Pemerintah DKI Jakarta dan Pemerintah Kabupaten Tangerang pernah menandatangani nota kesepahaman (MoU) rencana pembangunan proyek tempat pengolahan sampah terpadu Ciangir di atas lahan seluas 98 hektare milik Pemerintah DKI Jakarta di Ciangir. Namun, wacana itu gagal karena Kabupaten Tangerang tidak menerima hasil kajian yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta dan tidak ditemukannya teknologi yang tepat yang akan digunakan dalam proyek tersebut. Gagal atas wacana itu, belakangan Pemerintah DKI jakarta melontarkan pernyataan bahwa Ciangir akan dijadikan TPA Regional.
JONIANSYAH