TEMPO Interaktif, Jambi - Polisi Jambi masih menelusuri jaringan sindikat perdangan trenggiling. Meski sudah dua kali berhasil menggagalkan upaya penyelundupan trenggiling, aparat belum berhasil membongkar mata rantai perdagangan hewan yang dilindungi tersebut.
Pada Mei tahun lalu, polisi menyita 72 ekor trenggiling. Trenggiling yang masih hidup tersebut akan diselundupkan ke luar negeri. Pada 6 Juni lalu, polisi menyita 14 ekor trenggiling yang sudah berbentuk daging yang diawetkan.
Dalam kasus terakhir, Direktorat Polisi Air Polisi Daerah Jambi menangkap dan menahan beberapa tersangka pelaku upaya penyeludupan Trenggiling, seorang di antaranya bernama Syarifudin alias acok, selaku pemilik 14 ekor Trenggiling.
"Kami terus berupaya mengungkap jaringan sendikat perdagangan Trenggiling, namun belum membuahkan hasil," kata Ajun Komisaris Besar Almansah, juru bicara Kepolisian Daerah Jambi kepada Tempo, Senin 13 Juni 2011.
Menurut Almansah, binatang langka dan dilindungi itu ditangkap oleh warga lalu dijual ke pengepul yang khusus menampung binatang lain, antara lain seperti labi-labi dan ular. Kian banyaknya perdagangan Trenggiling, kata dia, dipicu dengan mahalnya harga daging dan sisik trenggiling.
Di pasar gelap, harga daging trenggiling dapat mencapai Rp 1 juta per kilogram. Sedangkan sisik trenggiling dihargai Rp 9 ribu per lembar. “Binatang ini dapat dijadikan sebagai bahan kosmetika, obat kuat, dan santapan di restoran. Sisiknya sendiri sering di pakai sebagai salah satu bahan pembuat sabu-sabu," kata Almansah.
Sementara, tersangka Syarifudin alias acok, tak mau berkomentar banyak. Dia hanya mengaku bahwa dirinya hanya merupakan orang suruhan agar membawa barang itu dengan upah Rp 800 ribu.
Pelaku dijerat pasal 21 Ayat 2 Huruf b jo Pasal 40 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990, tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara.
SYAIPUL BAKHORI