TEMPO Interaktif, Jakarta - Wakil Presiden Boediono menyakini generasi muda Indonesia masih memiliki idealisme dalam pembangunan Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan pengiriman pengajar muda ke sejumlah daerah terpencil. Bahkan, pengajar muda Indonesia ini terseleksi 72 pengajar dari 4.368 peminat. Mereka berasal dari 25 Perguruan Tinggi terkemuka.
"Siapa bilang generasi muda indonesia tak punya idealisme, ini bukti nyata kita masih bisa mengandalkan idealisme," kata Boediono saat memberikan sambutan pada Pengajar Muda Angkatan II Indonesia Mengajar di Kantor Wakil Presiden, Selasa, 14 Juni 2011.
Yayasan Gerakan Mengajar Indonesia akan mengirimkan para pengajar muda dengan usai dibawah 25 tahun ke desa-desa terpencil di seluruh penjuru tanah air untuk kedua kalinya. Pada angkatan II ini, sebanyak 72 pengajar muda akan diberangkatkan ke 9 kabupaten. Sembilan kabupaten itu adalah: Aceh Utara, Lebak, Gresik, Kapuas Hulu, Kepulauan Sangihe, Bima, Rote Ndao, Maluku Tenggara Barat, dan Fakfak.
Para pengajar ini telah menjalani pelatihan intensif selama lebih dari 2 minggu. Hal ini berkaitan dengan kepemimpinan, psikologi, pendidikan, praktek mengajar, dan mengajar kreatif. Hingga saat ini, Yayasan telah mengirim 123 pengajar.
Boediono menuturkan kepemimpinan masa depan tergantung pada generasi muda saat ini. Menurutnya, jika idealisme terus ditegakkan maka generasi mendatang akan lebih baik dari generasi sekarang. Ia merasa tersentuh dengan niat dan tekad generasi muda yang memiliki idealisme. "Kuncinya ada pada saudara sekalian, kami ini passed out, akan lengser," kata Boediono.
Boediono mengatakan, mengajar bukan sekadar proses pemberian satu arah dari pengajar ke murid namun proses dua arah. "Yang belajar bukan hanya murid, yang saya yakin juga saudara sekalian akan belajar hidup," kata dia.
Boediono yakin begitu kembali satu tahun kemudian akan makin mantap kepribadian, makin matang, makin mengetahui masalah kehidupan. Kuncinya menjadi pemimpin yang handal di masa depan, mengetahui dan menghadapi problema kehidupan masyarakat yang dipimpin dengan benar tidak hanya dari belakang meja, teorisasi namun menghayati.
Boediono berharap para pengajar memiliki ketulusan dan kesungguhan dalam menjalankan tugas sosialnya. Ia mengatakan menjadi guru harus punya keinginan untuk mengajar dan tidak bisa dipaksakan. "Awalnya harus interes dan menguasai substansinya," kata Boediono.
Selain bisa berpikir mandiri, kritis, bukan suka mengkritik. Ia mengatakan para pengajar penting menjaga kesehatan di lingkungan baru dan beradaptasi.
Maria Jeanindya, salah seorang peserta Mengajar Indonesia mengaku ingin memberiksan sesuatu pada bangsa. Mantan jurnalis salah satu media nasional ini mengaku pengabdiannnya di pekerjaannya sebelumnya tidak memberikan tantangan. "Saya ingin mengejar mimpi, sebelumnya saya tidak mendapatkan," kata lulusan Hubungan Internasional Universitas Parahyangan itu.
"Semua saya syok saat mendengar ditempatkan di Fakfak, Papua," kata Maria. "Fakfak di kepala burung Papua itu sulit akses komunikasi, tapi ini tantangan saya."
EKO ARI WIBOWO