TEMPO Interaktif, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mulai hari ini, Rabu, 15 Juni 2011, melakukan pengetatan pengamanan. Pengetatan ini terkait dengan agenda sidang pembacaan vonis terdakwa tindak pidana terorisme Abu Bakar Ba'asyir yang akan berlangsung besok.
Salah satu bentuk pengetatan pengamanan tampak dari pembatasan jumlah wartawan yang meliput sidang vonis besok. Tak hanya itu, wartawan yang akan meliput juga diwajibkan menggunakan kartu identitas (ID) khusus yang disediakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kewajiban itu membuat pengadilan siang ini dipadati wartawan yang hendak mendaftarkan untuk memperoleh ID.
"Kami sudah sediakan 200 kartu. Ini sudah hampir habis," ucap Sair, Kepala Subbagian Umum Pengadilan Negeri Jakarta Selatan di kantornya. Sair menambahkan, pihaknya sebenarnya ingin pengamanan lebih ketat lagi. "Tapi nanti kami diprotes wartawan," ujarnya.
Menurut Sair, intruksi tersebut dikeluarkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Herri Swantoro yang juga Ketua Majelis Hakim yang menyidang Ba'asyir. Tujuannya untuk menyeleksi media umum dan media Jamaah Anshorut Tauhid (JAT). "Itu instruksi dari Ketua. Setelah rapat koordinasi dengan kepolisian. Dulu kan ada pers dari mereka (JAT) yang tidak boleh meliput," katanya.
Kebijakan tersebut dikeluhkan sejumlah wartawan. Selain karena jumlah kartu yang disediakan minim, adanya ID khusus secara teknis akan mengakibatkan kesulitan. "Terlalu sedikit. Untuk Metro TV saja krunya ada 37. Nanti bagaimana? belum lagi antre dan pasti banyak sekali pengunjung, polisi dan pendukung Baasyir. Tidak efektiflah," ujar Parno, salah seorang kameramen Metro TV.
Sair mengatakan, pihaknya membatasi jumlah wartawan yang masuk, dengan pertimbangan kepadatan pengunjung PN, dan mengantisipasi rumor akan adanya aksi teror saat pembacaan vonis. "Jadi ya mau tak mau harus dibatasi. Kalau TV biasanya membawa lebih dari 30 orang, ini kami batasi jadi 10 orang," ucapnya.
Sidang vonis Ba'asyir akan berlangsung besok, Kamis, 16 Juni 2011. Sebelumnya, amir JAT itu dituntut hukuman penjara seumur hidup karena dianggap jaksa terbukti menghimpun dana sebesar Rp 350 juta yang digunakan untuk pelatihan militer di Pegunungan Jantho, Aceh Besar.
ISMA SAVITRI