TEMPO Interaktif, Jakarta - Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) segera mensahkan revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (MK). "Tinggal diparipurnakan. Besok akan dibawa ke Badan Musyarawah untuk dijadwalkan," ujar Achmad Dimyati, Ketua Panitia Kerja Revisi Undang-Undang MK, saat dihubungi Tempo, Rabu, 15 Juni 2011.
Menurutnya, ada beberapa poin yang berubah. Di antaranya soal komposisi Badan Kehormatan MK yang nantinya akan ada perwakilan DPR, Mahkamah Agung, dan Komisi Yudisial, serta hakim MK untuk mengawasi kinerja MK dan kode etik hakim konstitusi.
Selain itu, perubahan masa jabatan pimpinan MK yang dibatasi menjadi hanya 2 tahun 6 bulan dari lima tahun masa jabatan anggota MK. Juga wewenang MK yang tidak bisa melakukan legislasi review. "Artinya, putusan MK hanya menyatakan pasal atau undang-undang melanggar konstitusi," ujar Dimyati lagi. "Sederhananya, tidak menambah kata atau menghilangkan kata dalam pasal atau undang-undang. Karena itu urusan Dewan dan pemerintah."
Selain itu, perubahan lainnya adalah MK dilarang memberikan putusan yang melampaui, yang diajukan pemohon. Untuk urusan sengketa pilkada sementara ini masih dipegang MK, sampai ada undang-undang pemilihan kepala daerah yang masih dibahas Dewan. "Pasal sengketa pilkada didrop dan tidak dimunculkan dalam undang-undang MK," ucap Dimyati.
Ia menegaskan, revisi undang-undang MK dilakukan setelah MK sendiri mengabulkan permohonan judicial review terhadap permohonan pengawasan hakim konstitusi bisa dilakukan oleh Komisi Yudisial. "Kalau memang masih ada yang dirugikan atas revisi undang-undang MK, ya tinggal judicial review kembali ke MK."
Hidayat Nurwahid, politikus senior PKS, menegaskan adanya perubahan Undang-Undang MK bukan untuk mengebiri kewenangan membatalkan Undang-Undang MK. "Wewenang MK sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar," ujarnya.
Ia menegaskan karena satu-satunya jabatan yang mesyaratkan negarawan adalah untuk jabatan hakim MK. Makanya, hakim MK harus taat asas. "Adanya anggota Dewan dalam Badan Kehormatan MK karena tiga hakim konstitusi dipilih DPR. Jadi, wajar-wajar saja ada keterlibatan DPR nantinya."
Namun, Hidayat belum mengetahui soal siapa nantinya perwakilan dari DPR yang ada di Badan Kehormatan MK. Sebab, juga belum selesai dibahas siapa nantinya yang jadi perwakilan. "Kami tidak ingin mengobok-ngobok apa yang dihadirkan DPR. Kami memastikan lembaga-lembaga yang ada berjalan sesuai dengan kewenangan yang ada," katanya.
ALWAN RIDHA RAMDANI