TEMPO Interaktif, Jember - Kementerian Pertanian menunggu data dari Badan Pusat Statistik (BPS) terkait stok dan kebutuhan beras nasional. Data dari BPS ini diperlukan guna menghitung apakah perlu impor atau menggenjot produksi beras nasional. Penghitungan ini terkait antisipasi dampak cuaca yang tak menentu. Cuaca tak tentu yang melanda Cina dikhawatirkan akan menyebabkan rebutan bahan makanan.
Menurut Wakil Menteri Pertanian, Bayu Krisnamurti, dia menunggu data Angka Ramalan (Aram II) dari BPS. ''Mungkin akan keluar Juli nanti,'' katanya usai menjadi pembicara di Universitas Jember, Rabu, 15 Juni 2011.
Untuk jangka pendek, kata dia, akan menghitung kondisi produksi, harga beras di dalam negeri, dan stok beras di Bulog. ''Kami akan cermati bersama tiga faktor itu dan akan jadi dasar keputusan apa yang akan diambil,'' ujarnya.
Bayu meyakinkan, Indonesia mampu memenuhi kebutuhan pangan sendiri. Kebutuhan pangan harus bisa dipenuhi. Tahun ini ditargetkan pertumbuhan produksi beras naik sebesar 4,5 persen. ''Angka pertumbuhan ini sangat baik, tapi dianggap masih kurang,'' ujarnya. Pasalnya, jikalau ada gangguan seperti gangguan cuaca, maka ada negara yang impor. Impor oleh negara lain ini membuat stok global bisa berkurang. Kurangnya stok global ini yang sedang dikhawatirkan.
Bayu berharap dukungan teknologi pertanian dari penelitian dan kalangan kampus untuk jangka panjang pada bibit tanaman pangan agar kualitas bibit lebih baik dan produktivitasnya lebih tinggi, sehingga stok pangan tetap terjaga.
Terkait cadangan beras bersama ASEAN Plus Three (Jepang, Cina, dan Korea Selatan), kata Bayu, kesepakatan ini sudah jalan. ''Tapi, kebutuhan ini hanya untuk bencana, bukan konsumsi reguler,'' katanya. Menurutnya, Forum ASEAN Leader memang meminta stok itu digunakan untuk konsumsi reguler, tapi belum disetujui.
April lalu, Menteri Pertanian Suswono menyatakan, stok beras ASEAN plus three diperkirakan akan mencapai 720 ribu ton. Dalam komitmen APTERR (ASEAN Plus Three Emergency Rice Reserve) ini disebutkan tiap negara akan memiliki kewajiban menyetor beras dengan jumlah yang berbeda-beda. Indonesia memiliki kewajiban 14 ribu ton. Jumlah paling besar adalah Jepang, Korea Selatan, dan Cina. Mereka masing-masing menyiapkan di atas 200 ribu ton.
NUR ROCHMI