TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemerintah menginginkan amandemen Undang-Undang Nomor Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan menjadi hak inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat. Amandemen tersebut bisa menjadi salah satu alternatif mempermudah pasokan sapi dari negara lain.
"Kalau amandemen ini menjadi hak inisiatif DPR, maka bisa lebih cepat selesai," ujar Kepala Badan Karantina Kementerian Pertanian Banun Harpini, dalam konferensi persnya, di Kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, Rabu, 15 Juni 2011.
Usulan amandemen ini muncul setelah adanya penghentian sementara ekspor sapi bakalan Australia selama enam bulan. Austrlia menemukan pelanggaran aturan kesejahteraan hewan di rumah-rumah potong dalam negeri beberapa waktu lalu.
Tapi, menurut Banun, dalam rapat kerja antara Kementerian Pertanian dengan Komisi Pertanian dan Perkebunan DPR pada pekan lalu, ada pemikiran lain yang diusulkan DPR yaitu mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu).
Dalam Undang-Undang 18 Tahun 2009 disebutkan, pemerintah hanya boleh mengimpor sapi dari negara yang sudah sepenuhnya dinyatakan bebas penyakit mulut dan kuku. Selama ini Indonesia menerapkan sistem impor sapi hidup berdasar basis negara (country-based), bukan basis wilayah (zone-based).
Saat ini Indonesia hanya mengimpor sapi bakalan dari Australia rata-rata 600 ribu per tahun. Sedangkan untuk daging dan produk turunannya diimpor dari Selandia Baru dan Amerika Serikat. "Impor sapi kita di luar Australia nanti tergantung amandemen undang-undang ini," katanya.
Banun menambahkan, jika amandemen telah selesai, pemerintah tetap akan memperketat pengamanan ternak impor dari ancaman penyakit seperti sapi gila dan PMK. Pemerintah akan menyiapkan sarana pendukung, seperti karantina pulau untuk sapi yang diimpor dari negara yang belum sepenuhnya bebas penyakit.
Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Direktorat Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Jayadi mengatakan, tren impor produk ternak hidup mulai menurun. "Karena impor ternak hidup banyak risikonya seperti kesejahteraan hewan dan penyakit," ujar dia.
Jadi, kata Jayadi, di masa mendatang perdagangan ternak hidup akan mengalami penurunan, dan negara-negara pengekspor akan lebih banyak mengekspor dalam bentuk daging ataupun bibit sapinya. "Jadi Indonesia harus siap-siap swasembada daging," katanya.
ROSALINA