TEMPO Interaktif, TOKYO - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ternyata memantau persidangan vonis Abu Bakar Baasyir. Begitu tiba di Tokyo, Jepang dalam rangkaian perjalanan kunjungan kenegaraan di Jenewa dan Jepang, SBY mengaku berkomunikasi dengan Kapolri Jenderal Timur Pradopo. Bahkan Kapolri melaporkan hasil persidangan Amir Jamaah Anshorut Tauhid itu begitu Presiden sampai di Tokyo, Jepang. " Alhamdulillah, semua dalam kontrol yang baik" kata SBY dalam jumpa pers di Hotel Imperial Tokyo, Kamis 16 Juni 2011 malam,
Jumpa pers itu digelar sebenarnya karena Presiden SBY ingin menjelaskan hasil kunjungan kerjanya di Jenewa, Swis. Juga agenda kunjungan resmi ke Jepang. Dalam jumpa pers, Presiden juga menyampaikan pantauan perkembangan di dalam negeri.
Menurut SBY, Kapolri melaporkan situasi saat dan pasca sidang pembacaan Baasyir. Termasuk vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menghukum Baasyir dalam kasus terorisme, 15 tahun penjara." Proses persidangan berlangsung aman" kata SBY dalam jumpa pers di Hotel Imperial Tokyo, Jepang, Kamis 16 Juni 2011 malam.
Meski menerima laporan, Presiden SBY menolak jika itu disebut mencampuri proses hukum. SBY mengaku tidak ingin masuk ke dalam proses pengadilan Ba'asyir karena penegakan hukum merupakan domain para penegak hukum dan bukan domain pemerintah. Karena itu, apa yang dilakukan pemerintah adalah jangan sampai ada gangguan selama proses hukum tersebut. “Biarkan proses hukum yang bicara. Kita harus hormati,” ujarnya.
SBY mengatakan, rule of law harus tegak dan semua harus menghormati hukum. Jika Ba'asyir tidak menerima ataupun menerima putusan hakim tersebut, katanya, maka hal itu ada mekanismenya. “Tidak boleh ada masalah baru yang tidak kita kehendaki,” ujarnya.
Menanggapi pertanyaan soal adanya fanatisme pendukung yang menjadikan Baasyir sebagai pahlawan, SBY mengatakan, situasi itu terjadi di banyak Negara dan bukan hanya di Indonesia. Ketika Usamah bin Ladin tewas, katanya, banyak yang mendukung.
“Di Indonesia lebih banyak lagi yang tak mendukung, yang tak setuju dengan cara-cara itu,” katanya. Namun, yang tak mendukung itu diam sebagai the silence majority. Umat agama manapun mesti ada yang membimbing agar menjalankan agamanya dengan benar. “Yaitu oleh pemuka agama,” katanya.
Sedangkan di lingkungan keluarga, bimbingan dilakukan oleh orangtuanya. Hal itu terkait dengan upaya deradikalisasi dan pelurusan pelaksanaan ajaran agama. “Itu memang tanggung jawab kita semua, termasuk pemerintah,” katanya. ''Namun jika ada pelanggaran hukum, maka pemerintah akan melakukan law enforcement.''
WIDIARSI AGUSTINA