TEMPO Interaktif, Jakarta - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Febridiansyah menilai Panitia seleksi (Pansel) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan event organizer yang hanya mengurusi proses seleksi dari tahap ke tahap. "Pansel harus punya visi ke depan," katanya Ahad, 19 Juni 2011.
Febri memandang, sampai saat ini belum ada pernyataan sikap dari pansel KPK, padahal proses pendaftaran akan ditutup 20 Juni mendatang. Menurutnya, Pansel baru bicara soal teknis dan persyaratan. "Visi KPK, tergantung visi Pansel," kata Febri.
Baca Juga:
Febri menyebut tujuh tantangan bagi Pansel. Pertama, Pansel harus memiliki visi dan memilih pimpinan KPK yang juga punya visi soal pemberantasan korupsi. "Kita butuh pimpinan KPK yang begitu terpilih langsung bisa bertugas," kata Febri.
Kedua, pansel harus mengumumkan kepada publik kriteria detail pimpinan KPK. "Supaya publik bisa mengawasi," tuturnya.
Ketiga, pimpinan KPK harus memiliki kekayaan yang wajar. "Dari rekam jejak yang dilakukan ICW, Pansel masih meloloskan orang-orang yang kekayaannya tidak wajar," kata Febri. Ia menyarankan agar pansel bekerjasama dengan KPK, PPATK dan Direktorat Jenderal Pajak untuk menelusuri kekayaan para calon pimpinan KPK.
Keempat, soal kasus-kasus strategis. Pansel harus menanyakan calon pimpinan KPK tentang sikap mereka terhadap kasus-kasus korupsi.
Kelima, terkait judicial review masa jabatan KPK yang akan diputuskan besok oleh Mahkamah Konstitusi. "Jika dikabulkan, hanya cukup mencari 8 orang bukan 10 orang," kata Febri.
Keenam, Pimpinan KPK tidak boleh punya kasus hukum atau permainan kasus. "Pimpinan KPK tidak boleh tersandera dengan masa lalunya," Kata Febri. Karenanya ICW menyarankan Bibit-Chandra tak lagi mencalonkan diri.
Terakhir soal pemiskinan koruptor. "Pansel harus mempertanyakan apakah seorang calon punya visi soal pemiskinan koruptor," tutur Febri.
MARTHA THERTINA