TEMPO Interaktif, Jakarta -Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengaku memetik sejumlah pelajaran dalam kunjungannya selama tiga hari di Jepang. Termasuk diantaranya menjenguk lokasi bencana tsunami di Kesennamu dan Sendai, Provinsi Miyagi, Jepang, Sabtu 18 Juni 2011.
"Berkunjung ke daerah bencana di Jepang banyak mengingatkan kita, sesiap apapun sebuah negara, tapi dalam menghadapi bencana dengan cara seperti itu tetap saja ada permasalahan yang tidak serta merta mudah," kata SBY usai mendarat di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Ahad 19 Juni 2011 dini hari.
" Apapun, dengan kemajuan teknologinya, ekonominya yang kuat, kesadaran akan penanganan bencana bahkan juga sudah dengan pelatihan. Tetap, tantangan itu tak mudah diatasi"
Karenanya, SBY meminta semua pihak, memetik pelajaran soal manajemen bencana, sikap dan kegiatan tanggap darurat. Apalagi penanganan masalah bencana, sungguh kompleks dengan tekanan begitu tinggi. "Kita bisa petik pelajaran bahwa menghadapi bencana tidak semudah yang dibayangkan" ujarnya. "Inilah yang harus kita bangun kearifan untuk membangun kepada sesuatu yang lebih baik,"
Sehari sebelumnya, SBY mengungkapkan kalau kunjungannya ke Jepang, adalah bagian dari solidaritas dan empatinya kepada rakyat Jepang yang sedang melewati masa sulit usai bencana gempa tsunami, Maret lalu. Sebelum akan mengunjungi daerah bencana tersebut, SBY mengaku sudah banyak mendengar tentang penduduk Jepang yang memiliki keberanian, kegigihan, sumber daya dan dukungan untuk terus bergerak bangkit dari keterpurukan.
''Mereka memiliki kekuatan untuk mengatasi ujian dan kesengsaraan ini,'' kata SBY''Dunia akan selalu mengingat Jepang ketika mereka memperlihatkan karakter dan kekuatan mereka.''
SBY menyatakan bahwa Indonesia selalu siap membantu Jepang untuk mengatasi krisis tersebut. Sama seperti relawan Jepang yang datang ke Indonesia dan tulus membantu saat tsunami Aceh 2004, Indonesia juga mengirimkan relawan, bantuan dan materi untuk Jepang.
Saat memberikan pidato presidential lecture di National Graduate Institut for Policy Studies (Grips), SBY juga sempat berbagi pengalaman Indonesia bangkit dari tsunami 2004. Dia berbagi kisah tsunami Aceh agar rakyat Jepang juga bangkit dari keterpurukan usai gempa tsunami pada beberapa bulan lalu.
"Dari pengalaman kami saat menghadapi tsunami 2004, fase paling kritis terjadi dalam tiga bulan pertama sejak bencana tersebut terjadi," kata SBY. "Fase tersebut disebut periode emergensi bantuan."
Fase tersebut merupakan fase kritis karena korban tsunami berada dalam situasi hidup dan mati. Bantuan harus segera dikerahkan untuk menyelamatkan korban tsunami yang kelaparan, mengalami luka-luka dan kehilangan tempat tinggal. "Mereka sangat membutuhkan makanan, obat-obatan, tempat tinggal dan pakaian dengan cepat," katanya.
Periode emergensi bantuan juga menjadi fase yang menantang. "Karena, kami dituntut untuk bisa memobilisasi dang mengorganisasikan operasi yang sangat kompleks. Sebuah operasi yang melibatkan personel militer dan sukarelawan sipil dari berbagai negara untuk satu tujuan: selamatkan nyawa," ujar SBY. "Ini merupakan sesuatu yang bagi kami di Indonesia itu belum pernah dilakukan. Itu merupakan Military Operations Other Than War (MOOTW) terbesar sejak Perang Dunia 2."
Namun begitu, kata SBY, ada hal yang paling penting dalam upaya penanggulangan bencana tsunami Aceh. ''Setiap orang di daerah bencana itu pasti mengalami depresi. Moral yang akhirnya membuat seseorang bertahan untuk membantu penanggulangan bencana. Itulah hal yang terpenting,'' katanya.
WIDIARSI AGUSTINA