TEMPO Interaktif, Jakarta - Matanya melotot, wajahnya yang cuwil di sana-sini tampak gusar. Badannya condong ke depan seperti hendak meraih sesuatu, tapi kedua lengannya tidak ada. Inilah model Patung Dirgantara yang mengenaskan, jauh bila dibandingkan dengan patung aslinya yang masih gagah dan menjadi landmark kawasan Pancoran, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.
"Kedua tangan patung patah dan tangan yang kiri belum ditemukan. Begitu juga sayapnya," kata Kepala Seksi Preservasi dan Restorasi Balai Konservasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Andika Sumarno di kantornya kemarin. Rangkanya yang terbuat dari gypsum dan kawat mulai rapuh, sedangkan cat minyak yang melapisinya mulai rontok.
Yang patah memang "hanya" sebuah patung model. Namun, patung rusak berat ini memiliki nilai historis yang besar. "Menurut Pak Edhi Sunarso, (perancang patung ini), inilah patung yang dipresentasikan di hadapan Presiden Sukarno untuk mendapatkan persetujuannya," ujar Kepala Balai Konservasi Candrian Attahiyat, kemarin.
Patung model ini ditemukan kembali secara tidak sengaja pada 1994, saat dilakukan pemugaran Patung Dirgantara asli yang juga dihadiri Edhi Sunarso. Edhi, yang dihadirkan untuk memaparkan tentang teknologi pembuatan patung, saat itu mengatakan pernah menyerahkan model patung ini kepada Museum Seni Rupa dan Keramik pada 1977 untuk dipamerkan.
Masalahnya, patung setinggi 60 sentimeter dengan berat sekitar 75 kilogram tersebut sudah tidak ada di museum itu selama 20 tahun terakhir. Ternyata, patung ini disimpan di gudang penyimpanan museum karena sudah rusak berat. Candrian masih berusaha mencari patahan tangan dan sayap itu supaya bisa disambung lagi dan patungnya bisa dipamerkan.
Toh, patung itu kini dipamerkan hingga 18 Juli mendatang dalam acara "Pameran Rongsokan" yang diselenggarakan oleh Balai Konservasi di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat. "Disebut Pameran Rongsokan karena yang dipamerkan adalah barang-barang rusak, tapi memiliki nilai sejarah tinggi," ujar Candrian.
Selain model Patung Dirgantara ini, ada sepuluh benda lain yang dipamerkan. Di antaranya kayu cerucuk batu penanda dari tembok Kota Batavia, jangkar, rel trem, bekas tiang pancang Museum Bahari, pintu penjara wanita Standhuis Batavia, peti duit (brankas), tiang rumah, dan beberapa pecahan porselen.
Barang-barang ini ditemukan di berbagai tempat yang kadang tidak terduga. Jangkar, beberapa cerucuk kayu, dan batuan andesit, ditemukan dalam penggalian untuk membuat terowongan penyeberangan orang di halte Transjakarta Kota Tua. Proyek itu akhirnya dihentikan selama sebulan untuk menyelamatkan temuan arkeologi tersebut.
Candrian yakin bahwa barang rongsokan bernilai sejarah tinggi seperti ini sebenarnya banyak ditemukan masyarakat, misalnya ketika sedang menggali tanah. "Terutama di wilayah Kota," ujarnya.
Namun sayangnya, kesadaran masyarakat untuk melapor masih rendah. Candrian meminta masyarakat ikut serta membantu melestarikan benda bernilai sejarah seperti ini dengan melaporkannya ke Balai Konservasi. "Karena masih ada yang peduli dengan rongsokan seperti ini," ujarnya.
RATNANING ASIH | ENDRI K