TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati semua subtansi Rancangan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (RUU BPJS). "Sudah disepakati pemerintah dan DPR," kata Ketua Panitia Khusus RUU BPJS DPR, Ahmad Nizar Shihab, dalam diskusi bertema "Menggugat Tanggung Jawab Sosial Negara; Jutaan Rakyat Tak Punya Jaminan Kesehatan", Minggu, 19 Juni 2011.
RUU BPJS akan disahkan pada masa sidang ini. "Pemerintah sudah minta tidak boleh deadlock," kata Nizar yang juga anggota DPR Fraksi Partai Demokrat.
Pembahasan RUU BPJS sempat mandek. Jika mengacu pada Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), RUU BPJS seharusnya sudah selesai paling lambat 19 Oktober 2009. Walau tak setuju disebut mandek, Nizar menjelaskan bahwa lamanya proses pembahasan karena RUU ini kompleks. "Tidak mudah, RUU ini kompleks," kata dia.
Soal sejumlah menteri yang tak hadir dalam rapat-rapat pembahasan daftar inventaris masalah RUU BJPS, Nizar mengatakan, "Itu sejarah, sekarang bagaimana keseriusan pemerintah menyelesaikan RUU," kata dia.
Pemerintah dan DPR sudah menyepakati beberapa poin penting terkait RUU BPJS, di antaranya definisi jaminan sosial yang mengacu pada UU SJSN. RUU BPJS bersifat menetapkan dan mengatur. BPJS disepakati berbentuk lembaga hukum publik atau nirlaba. Kedua pihak juga sepakat adanya dua BPJS yang masing-masing mengurus jaminan sosial jangka pendek (jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, dan kematian) dan jangka panjang (jaminan pensiun dan hari tua).
Selain itu, disepakati juga adanya transformasi menyeluruh yang meliputi program, kepesertaan, aset, dan kelembagaan keempat BUMN (Jamsostek, Askes, Taspen, dan Asabri) ke dalam dua BPJS tersebut. DPR dan pemerintah juga telah sepakat bahwa BPJS terdiri dari organ pengawas dan pelaksana yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Mereka sepakat ketentuan kepesertaan dan iuran nantinya akan diatur oleh masing-masing BPJS. BPJS juga akan mengatur sanksi.
MARTHA THERTINA