TEMPO Interaktif, Jakarta - Puluhan orang yang menamakan diri Masyarakat Sipil berunjuk rasa di depan Kedutaan Besar Arab Saudi. Para pengunjuk rasa itu mengecam pelaksanaan hukuman mati yang dilakukan terhadap Ruyati binti Satubi, tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi. Pengunjuk rasa memasang spanduk besar bertuliskan "Duka Untuk Ruyati. Negara Korup Rakyat Terpancung".
Penunjuk rasa yang berjumlah sekitar 30 orang itu juga menggelar orasi dan menempelkan beberapa tulisan di pintu gerbang kedutaan. Tulisan itu antara lain berbunyi, "Pulangkan Jenazah Ruyati" dan "Usir Duta Besar Arab Saudi".
Effendi Gazali, Pakar Komunikasi Politik yang bergabung bersama pengunjuk rasa, mengatakan hukuman pancung yang dilakukan Pemerintah Arab Saudi terhadap Ruyati adalah sebuah pelanggaran Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu, sangat pantas jika hubungan politik antara Indonesia dengan Arab Saudi diputus. "Duta Besar Arab Saudi harus keluar dari Indonesia," kata Effendi.
Effendi memuji sikap Pemerintah Indonesia yang langsung menarik duta besarnya di Arab Saudi. Namun, dia menyatakan sebagai negara besar, Indonesia harus mengusir Duta Besar Arab Saudi sampai penyelesaian masalah ini dapat diselesaikan. "Mereka melanggar hukum internasional," kata Effendi.
Ruyati adalah tenaga kerja asal Kampung Ceger, Sukatani, Bekasi, Jawa Barat. Dia dihukum pancung karena terbukti membunuh istri majikannya, Khoiriyah Omar Moh Omar Hilwani, pada 12 Januari 2010. Proses hukum pada Ruyati dinilai melanggar hukum internasional. "Terutama Konvensi Wina tahun 1961 dan HAM," kata Aktivis Migrant CARE, Anis Hidayah.
Konvensi Wina 1961 menyatakan apa pun kasus hukum yang terjadi di negara setempat, wajib hukumnya bagi negara setempat untuk menyampaikan informasi tersebut kepada perwakilan negara yang bersangkutan dan membuka akses kekonsuleran sebesar-besarnya terhadap wakil negara, yaitu kedutaan dan konsuler. "Hukuman mati itu melanggar hak asasi manusia," kata Anis.
Unjuk rasa ini semakin emosional ketika anak Ruyati, Een Nurhaini, 35 tahun, menyampaikan aspirasinya. "Usir! Mereka yang tidak manusiawi," kata Een. Anak pertama Ruyati ini juga berkali-kali berkata kasar kepada Pemerintah Arab Saudi. Wajahnya merah padam menahan emosi dan tangis. Ia benar-benar tidak bisa menerima ibunya dihukum pancung.
Sam Bimbo, yang juga ikut serta dalam unjuk rasa menyatakan, peristiwa ini harus menjadi pembelajaran bagi Pemerintah Indonesia. Ia juga menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan bekal kemampuan kepada para tenaga kerja sebelum berangkat. "Pemerintah juga harus menemani mereka ketika mendapat masalah," kata Bimbo. Dalam kasus Ruyati, pemerintah dinilai teledor karena tidak memberikan perlindungan dan bantuan hukum.
FRANSISCO ROSARIANS