TEMPO Interaktif, Jakarta - Petugas pengawas pemilu masih menemui hambatan dalam menangani pelanggaran berupa tindak pidana pemilu. Hambatan itu adalah ketentuan pembatasan jangka waktu penanganan pelanggaran tindak pidana pemilu kepala daerah.
"Seperti yang diatur dalam Pasal 111 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005," kata Koordinator Divisi Hukum dan Penanganan Pelanggaran Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Wirdyaningsih, melalui siaran persnya hari ini, Selasa 21 Juni 2011. Peraturan ini mengatur tentang pemilihan, pengesahan, pengangkatan serta pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Pasal 111 mengatur panitia pengawas pemilihan memutuskan untuk menindaklanjuti atau tidak menindaklanjuti laporan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah laporan diterima. Jika panitia pengawas pemilihan memerlukan keterangan tambahan dari pelapor untuk melengkapi laporan putusan, jangka waktu dibatasi paling lambat 14 (empat belas) hari setelah laporan diterima.
Laporan yang bersifat sengketa dan tidak mengandung unsur pidana memang bisa diselesaikan oleh panitia pengawas pemilu. Tapi, ini menjadi persoalan untuk laporan-laporan yang bersifat sengketa dan mengandung unsur tindak pidana. Panitia pengawas pemilu tidak bisa bertindak sendiri dan harus meneruskan penyelesainnya kepada aparat penyidik.
Seperti diketahui, sejak terbentuk melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, Bawaslu menangani beragam bentuk pelanggaran pemilu. Beberapa di antaranya meliputi pelanggaran administrasi, pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu dan tindak pidana pemilu.
Belajar dari pengalaman penanganan pelanggaran itu, menurut Wirdyaningsih, terdapat berbagai kendala yang dihadapi panitia di lapangan, sehingga waktu 7-14 hari dinilai terlalu singkat. "Kendala itu dalam hal pengumpulan alat bukti dan pelimpahan perkara ke instansi yang berwenang," katanya.
Bawaslu menerima setidaknya 1.221 laporan pelanggaran selama masa pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah 2011. Laporan masuk ke panitia pengawas sejak awal tahap pilkada termasuk selama tahap pemutakhiran data pemilih, pencalonan, masa kampanye, masa tenang, masa pungut suara, hitung suara, dan rekapitulasi.
Laporan yang masuk terdiri dari 605 pelanggaran administrasi, 582 pelanggaran pidana, dan 34 pelanggaran kode etik. Tidak semua laporan pelanggaran diteruskan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hanya 463 laporan administrasi yang dinilai memenuhi unsur diteruskan ke KPU.
Tapi, KPU hanya menindaklanjuti 295 laporan atau 60,71 persen. Sementara dari 582 laporan pelanggaran pidana pilkada 2011, Bawaslu hanya meneruskan 228 laporan kepada KPU. Meski tidak besar, jumlah laporan yang diteruskan kepada polisi mengalami peningkatan.
KARTIKA CANDRA