TEMPO Interaktif, Bogor - Tingginya beban sampah yang dihasilkan masyarakat Kota Bogor membuat pemerintah daerah setempat pusing tujuh keliling. Apalagi, satu-satunya tempat pembuangan akhir (TPA) sampah milik Pemerintah Kota Bogor di Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, kerap dipermasalahkan warga setempat yang merasa dirugikan.
Untuk mengurangi beban sampah, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Bogor mencari solusi alternatif, di antaranya dengan menampung sampah dari masyarakat yang akan didaur ulang menjadi bahan berharga.
Masyarakat dapat menukarkan sampah non-organik, seperti kertas HVS bekas dan koran dengan satu rim kertas baru ukuran A4 80 gram. “Sampah plastik seperti bungkus minuman kemasan, botol, dan gelas dibeli seharga Rp 300 per kilogram,” ujar Shahlan Rasyidi , Kepala Bidang Tata Lingkungan dan Dampak Lingkungan pada BPLH Kota Bogor saat ditemui Tempo di kantornya, Selasa 21 Juni 2011. “Sampah bisa dimanfaatkan, misalnya styrofoam, menjadi bahan baku batako dan plastik jadi bahan asbes”.
Menurut Sahlan, untuk program penukaran kertas bekas dengan kertas baru, BPLH menggandeng CV Mitran, sebuah perusahaan daur ulang sampah. Tahap pertama, program tersebut melibatkan 25 sekolah di Kota Bogor, dari sekolah dasar sampai sekolah menengah atas. “Kami berharap pengumpulan sampah ini dapat mengurangi volume sampah di Kota Bogor. Targetnya 7 sampai 14 persen timbunan sampah,” katanya.
Data yang dirilis Pemerintah Kota Bogor menyebutkan untuk menangani masalah kebersihan, pelayanan masalah sampah telah menjangkau 70 persen dari luas wilayah Kota Bogor. Hal itu meningkat 0,17 persen jika dibandingkan dengan kondisi tahun 2009 yang mencapai 69,83 persen. Dengan pencapaian ini, volume sampah terangkut telah mencapai 1.683 meter kubik per hari.
ARIHTA UTAMA S