TEMPO Interaktif, Jakarta - Perusahaan riset di Indonesia, The Nielsen Company, menilai tren pembelanja di Indonesia berkembang semakin impulsif setiap tahunnya. Ini dilihat dari riset yang dilakukan perusahaan tersebut terhadap masyarakat lima kota besar di Indonesia. Kelimanya, yakni Jakarta, Bandung, Surabaya, Makassar, dan Medan. “Impulsifnya pembelanja di Indonesia dapat dilihat dari perencanaan mereka saat ingin berbelanja,” ujar Febby Ramaun, Associate Director of Retailer Services Nielsen, di kantornya, Selasa 21 Juni 2011.
Pada 2003, kata Febby, 15 persen dari total pembelanja di Indonesia masih merencanakan apa yang akan dibelinya jika ingin berbelanja. Namun, pada tahun lalu presentase itu berkurang menjadi 5 persen. “Pada tahun ini, bisa jadi angka pembelanja yang merencanakan belanjanya bisa lebih kecil dari itu,” katanya.
Ini, menurut dia, didorong oleh animo industri manifaktur dan retail yang gencar mengiklankan produk yang dijualnya ke masyarakat. Setiap bulannya, perusahaan-perusahaan tersebut selalu membuat inovasi untuk membuat produknya lebih menarik lagi. “Ini menjadi trigger untuk para pembelanja,” ujar Febby.
Impulsifnya para pembelanja di Indonesia ini, kata Febby, dapat menjadi peluang besar bagi perusahaan manifaktur dan peretail untuk mengembangkan idenya dan menarik perhatian masyarakat agar lebih sering berbelanja.
Data Nielsen menyebutkan pada tahun lalu, 21 persen pembelanja tidak pernah merencanakan apa yang ingin dibeli. Ini naik dibandingkan pada 2003 yang hanya 10 persen. Selanjutnya sebanyak 39 persen pada 2010 pembelanja merencanakan membeli sesuatu, namun selalu ada barang tambahan di luar rencana awal. Ini naik dibandingkan pada 2003 yang hanya 13 persen. Dengan perubahan perilaku yang signifikan, pengecer harus menyediakan promosi dan kegiatan dalam toko yang efektif untuk mendorong pembelian yang lebih besar,” ujarnya.
SUTJI DECILYA