TEMPO Interaktif, Jakarta -Pemerintah menetapkan bea keluar kakao untuk pengapalan pada Juli mendatang sebesar 10 persen. Besaran bea keluar berdasarkan harga referensi kakao sebesar US$. 2.941,81 per ton. "Harga referensi turun dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai US$ 3113,57 per ton, namun bea keluar tetap 10 persen seperti Juni lalu," kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Deddy Saleh pada pesan pendek, Selasa (21/6).
Penetapan besaran Bea Keluar berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67 tahun 2010 tentang penetapan barang ekspor yang dikenakan bea keluar. Pada aturan tersebut, jika harga biji kakao US$ 2750-3500 per ton, maka Bea Keluar sebesar 10 persen. Sementara itu, Harga Patokan Ekspor (HPE) sebesar US$ 2.643 per ton.
HPE digunakan untuk menghitung bea keluar yang dibebankan kepada eksportir. Jadi, pungutan ekspor yang harus dibayar adalah persentase BK kakao dikalikan HPE dan dikalikan lagi volume pengapalan.
Penurunan harga kakao dunia sebelumnya sudah diprediksi pengusaha pengolahan kakao. Sebab, Pantai Gading, eksportir kakao terbesar dunia sudah mulai melepas kakaonya lagi ke pasaran.
Namun, penurunan harga kakao diperkirakan tidak terlalu rendah. "Harga hanya turun pada kisaran US$ 2.800 hingga US$ 3.300 per ton," kata Ketua Asosiasi Kakao Indonesia, Zulhefi Sikumbang.
Ketua Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) Piter Jasman, berharap prediksi penurunan harga kakao itu benar. Sebab, kata Piter, harga kakao hanya turun hingga kisaran US$ 3000 sudah cukup menguntungkan semua pihak. "Kalau harga di bawah US$ 2800 per ton terlalu rendah dan akan merugikan petani," kata Piter.
Eka Utami Aprilia