TEMPO Interaktif, Jakarta - Kementerian Pertahanan akhirnya mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Keamanan Nasional (RUU Kamnas) ke Dewan Perwakilan Rakyat. Beleid ini nantinya akan mengatur tataran kewenangan institusi-institusi yang berperan dalam keamanan nasional. "Sudah diajukan, sudah mau dibahas, target belum ada tapi dalam waktu cepat akan dibahas," kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro usai rapat tertutup dengan DPR, Rabu 22 Juni 2011.
Ia menegaskan RUU tersebut tak hanya mengatur soal pembentukan Dewan Keamanan Nasional. Namun juga berisi penentuan situasi keamanan nasional seperti darurat militer, tertib sipil atau normal. Rancangan juga mengatur soal mengefektifkan intelijen daerah dan menentukan siapa yang nantinya menjadi vokal poin jika ada gangguan. Misalnya wabah atau pendemi, energi atau pangan. "Undang-undang ini lebih luas."
Purnomo menegaskan, undang-undang ini menyangkut berbagai acaman tradisional, ancaman asimetris dan non-tradisional. Berbeda dengan RUU Pertanahan Negara yang menyangkut ancaman militer, khususnya pendayagunaan komponen TNI. Aturan ini mengatur juga soal perdagangan manusia (human trafficking). "Undang-undang ini mengakomodir semangat hak asasi manusia," ujarnya. " Ini mengatur persepsi ancaman."
Sebelumnya, Anggota Komisi Pertahanan DPR, TB Hasanudin mengatakan kehadiran undang-undang itu sangat penting karena menjadi payung dari undang-undang lain seperti UU Intelijen dan UU Anti Terorisme. Idealnya, RUU Keamanan Nasional disusun dan dibahas berbarengan agar sinkron dengan RUU Intelijen dan revisi UU Anti Terorisme.
Ia mengatakan RUU Keamanan Nasional nantinya tidak akan memisahkan konsep pertahanan dan keamanan atau TNI dan Polisi seperti yang ada saat ini. Alasannya, ancaman keamanan yang sering terjadi tidak seharusnya hanya ditangani polisi. "Ada sisi yang overlap antara pertahanan dan keamanan. Polisi tidak bisa sendiri tetapi harus sinkron. Setiap ancaman harus menjadi tanggung jawab semua, baik TNI, polisi maupun sipil," katanya.
ALWAN RIDHA RAMDANI