TEMPO Interaktif, Jakarta - Daya beli Eropa melemah pascakrisis utang yang melanda Yunani dan Spanyol. Akibat krisis tersebut, ekspor mebel ke Eropa pun mengalami penurunan. Menurut Kementerian Perdagangan, pada 2009, ekspor mebel ke Eropa yang menggunakan fasilitas GSP mencapai US$ 1,5 miliar. Pada tahun berikutnya, nilai ekspor ke Eropa dengan GSP hanya US$ 625 juta.
"Sekarang mereka lebih berhati-hati dalam mengeluarkan uang. Mebel sudah dianggap sebagai barang mewah," kata Ketua Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo), Ambar Tjahyono, pada pesan pendek, Senin, 27 Juni 2011.
Bahkan, pada produk yang diekspor dengan fasilitas generalized system of preference (GSP), dengan tarif lebih rendah, pembeli juga membatasi pembelian.
Lebih lanjut, Ambar mengatakan ekspor ke Eropa lebih sulit lagi dengan kondisi penguatan rupiah yang tidak diimbangi dengan bunga bank yang rendah. "Seperti yang dilakukan negara pesaing kita," ujarnya.
Dengan begitu, harga mebel Indonesia kurang kompetitif dibanding produk asal negara pesaing. Ambar menyebutkan bahwa kompetitor utama produk Indonesia adalah Cina, Eropa Timur, Vietnam, dan negara ASEAN lainnya.
"Jika pemerintah tidak ada memberi perhatian yang serius pada kondisi ini, maka situasi ekspor mebel ke depan akan semakin memprihatinkan," kata Ambar.
EKA UTAMI APRILIA