TEMPO Interaktif, Jakarta - Lihatlah, ini bukan permainan perang dalam perangkat komputer. "Kau hanya butuh memencet tombol restart dan kau bisa mengulanginya dari awal." Sekali lagi bukan itu. Tentu Joshua menyadari hal ini sepenuhnya.
Saat lima anak muda berteriak dan merutuki Josh, ia tak mungkin menghindarinya. Suara-suara berisik itu terus menerornya. Dalam wujud yang tampak nyata: wujud lima anak muda yang telah ditembak oleh senjata Josh pada satu waktu di sebuah kantin sekolah. Kelimanya terbunuh.
Kisah Josh disuguhkan Sakti Aktor Studio (SAS) di Teater Salihara, Pasar Minggu, pada Jumat dan Sabtu lalu. Mereka melakonkan naskah realis karya William Mastrosimone berjudul Bang Bang You're Dead.
"Ini sebuah drama terapi," kata sang sutradara, Eka D. Sitorus, seusai gladi bersih. Ya, Bang Bang You're Dead bercerita tentang kekerasan seorang anak muda karena merasa tertekan oleh lingkungannya. Dengan perasaan yang terimpit itulah, Joshua, yang diperankan sangat menarik oleh Wendy Arvida, nekat membunuh kelima temannya dengan pistol yang ia miliki.
Bagaimana naskah ini menjadi drama terapi? Eka mengatakan ada pesan yang bisa diperoleh ketika efek kekerasan yang dilakukan oleh anak-anak muda mengakibatkan trauma mendalam. "Masa depan, karier, dan harapan mereka akan hilang. Trauma ini akan membuat tiap-tiap pelaku kekerasan menjadi tidak bisa berfungsi secara sosial," ujar Eka.
Eka tak melakukan tafsir lain untuk menggarap naskah yang ditulis Mastrosimone ini. Ia melakukannya sama persis dengan yang tertera dalam naskah. "Saya bertanya kepadanya melalui surat elektronik tentang pengadeganan yang sarat simbol," ujarnya. Dengan cara ini, Eka bisa menerapkan secara persis sesuai naskah aslinya. Kecuali, kata Eka, pada satu adegan yang memperlihatkan tuntutan kelima anak yang tewas itu untuk mengucapkan apa pun yang masih bisa mereka lakukan jika nyawa tak merenggutnya.
Pada bagian ini, Mastrosimone memberi ruang luas untuk para sutradara lain yang ingin memainkan naskahnya, tentu disesuaikan dengan wilayah dan kultur. Eka mengembangkan wilayah ini dengan dialog, "Aku enggak akan pernah bisa …" dan, "Sebetulnya aku masih kangen dengan …" Dialog ini berurutan diucapkan oleh kelima anak muda tersebut. Sayangnya, Eka membuat dialog pada bagian ini menjadi terlalu panjang.
Strategi pementasan yang sederhana sangat memungkinkan naskah ini dimainkan di mana pun. SAS telah memainkannya dalam 14 kali pertunjukan. Mastrosimone hanya memilih properti peti mati dalam lakon ini. Peti mati itu adalah wujud kematian. Selain itu, bisa digunakan sebagai pengganti kursi pengadilan saat adegan hakim memberi vonis pada Josh.
Yang tak kalah menarik adalah penggunaan lampu senter. Lampu-lampu tersebut dimainkan masing-masing oleh anak-anak muda itu: Michael (Adi Putra), Kathie (Karina Salim), Matt (Brilliant Chakim), Jessie (Monica Chreesty), dan Jessi (Ayu Monalisa). Senter-senter sebagai penanda bahwa kelima korban tersebut akan terus berada dalam alam pikiran Josh yang sudah terganggu itu. "Sebuah titik terang yang membangunkan mimpi Joshua," ujar Eka.
Lampu senter ini juga bisa berubah fungsi layaknya senjata pistol. Eka berhasil membuat koreografi adu senjata di antara kelima anak muda itu dengan Josh yang mengesankan. Ini sungguh menarik.
Naskah yang ditulis pada 1999 itu adalah lakon yang dibuat berdasarkan kisah nyata di sekolah Amerika Serikat pada 1998. Saat itu, siswa SMU bernama Kip Kinkel membunuh orang tuanya dan 27 teman sekolahnya di Thurston High School, Springfield, Oregon. Bagi Kinkel, senjata adalah satu-satunya jalan untuk menunjukkan jati diri dan membuatnya dihormati di kalangan teman-temannya.
Pada Oktober 2002, tiga tahun setelah publikasi pertamanya pada 7 April 1999 di Thurston High School, naskah ini sudah dipentaskan lebih dari 15 ribu kali.
Perang adalah aktivitas yang digemari Josh. Seperti video game Bang-Bang You're Dead yang menjadi bagian hidupnya. Barangkali Josh lupa ini terjadi dalam kehidupan nyatanya. "Kau tak bisa memencet tombol restart dan kau tak lagi bisa mengulanginya dari awal."
ISMI WAHID