TEMPO Interaktif, Jakarta - Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional menilai jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) saat ini sudah terlalu banyak. "Perekrutan PNS harus dihentikan sementara, paling lambat enam bulan ke depan," kata Ketua Tim Independen, Erry Riyana Hardjapamekas, dalam konferensi pers usai mengikuti Rapat Reformasi Birokrasi Nasional di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin 27 Juni 2011.
Menurut Erry, selama enam bulan, akan dilakukan kajian komprehensif dan memperbaiki sistem supaya tak terjadi kebocoran lagi dalam perekrutan PNS. Selama ini, dalam proses perekrutan PNS, terutama di daerah-daerah, sering terjadi jual-beli jabatan yang disalahgunakan oleh oknum-oknum pejabat daerah.
Tim Independen, kata Erry, menganggap ketidakterkendalian pengelolan PNS dan calon PNS sangat berbahaya. Tidak hanya dari sisi keuangan, tapi efektivitas kerja yang tentu saja berimbas pada pelayanan publik. "Kita lihat sendiri, penambahan PNS selama ini tidak sejalan dengan meningkatnya pelayanan mereka kepada publik," kata Erry.
Para PNS dinilai belum menyadari pentingnya arti reformasi birokrasi. Padahal, yang utama dilakukan adalah prinsip melayani, bukan dilayani. "Tidak ada jiwa melayani dulu, bagaimana mungkin menggaji orang dengan pola pikir seperti itu," kata Erry.
Moratorium perlu dilakukan bukan semata-mata karena biaya. Konsekuensi keuangan itu bagian penting, tapi apakah penambahan PNS itu menjamin perubahan pelayanan publik. "Jadi, sebaiknya dibekukan dulu selama enam bulan, sambil mengkaji," kata Erry.
Tim Independen Reformasi Birokrasi terdiri dari berbagai tokoh pemerintah dan nonpemerintah, akademisi, dan ada pula tokoh dari dunia usaha. Selain Erry, anggota lainnya adalah Ketua Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) Ahmad Damiri, guru besar Universitas Indonesia Eko Prasojo, guru besar Universitas Gajah Mada Sofyan Effendi. Tim ini memberikan pandangan atau evaluasi kepada Komite Pengarah Reformasi Birokrasi, yaitu Wakil Presiden Boediono.
MUNAWWAROH