TEMPO Interaktif, Jakarta - Panitera pengganti Mahkamah Konstitusi (MK), Pan Muhammad Faiz, menyatakan pembuatan surat putusan palsu MK bernomor 112 tertanggal 14 Agustus 2009 secara tidak langsung atas perintah dari eks hakim konstitusi, Arsyad Sanusi. Hal itu diketahui setelah juru panggil MK, Mashuri Hasan, yang menemaninya mengetik nota dinas, sempat mengeluhkan kemauan Arsyad terkait pembuatan surat palsu MK.
"Saya hanya mengetik nota dinas yang seharusnya tugas sekretaris panitera. Nota dinas saya ketik sesuai dengan arahan panitera (Zainal Arifin Husein)," kata Faiz ketika memberikan kesaksian dalam rapat Panitia Kerja Mafia Pemilu di Gedung DPR, Kamis, 30 Juni 2011.
Faiz diundang Panja bersama mantan panitera MK Zainal Arifin Husein dan panitera pengganti MK, Nalom Kurniawan. Sayang, Hasan yang sedianya diundang tidak hadir. Mereka dimintai klarifikasi dalam kaitan kasus pemalsuan surat putusan MK dalam Pemilihan Umum 2009.
Faiz mengatakan, ketika mengetik nota dinas yang akan digunakan sebagai pengantar surat jawaban atas surat pertanyaan Komisi Pemilihan Umum (KPU), ia mendengar keluhan Hasan. "Gimana maunya Pak Arsyad ini?" kata Faiz menirukan perkataan Hasan.
Sebelum mengetik nota dinas pada Jumat, 14 Agustus 2009 itu, ia juga sempat berdebat dengan Hasan soal kata "penambahan" yang tertuang dalam nota dinas untuk menjawab pertanyaan KPU soal perolehan suara Partai Hanura di daerah pemilihan Sulawesi Selatan I.
"Saya tidak langsung mengerjakan nota dinas," kata Faiz yang mengaku heran kenapa perolehan suara itu masih dipertanyakan KPU, padahal amar putusan MK sudah jelas menyebutkan perolehan suara Partai Hanura.
Faiz juga heran dengan sikap Hasan yang terus mempertanyakan soal penambahan suara dalam nota dinas. Padahal kapasitasnya sebagai juru panggil MK tidak berkaitan untuk menanyakan soal hasil sengketa Pemilu. "Hasan menanyakan soal penambahan suara, tapi saya jawab tidak mungkin karena suara pasti menggelembung, enggak normal," ujarnya.
Karena tidak mau panjang-lebar berdebat, Faiz memutuskan melanjutkan mengetik nota dinas yang isinya didiktekan panitera MK Zainal Arifin Husein, yang mengetahui ihwal perdebatan Faiz dan Hasan.
"Saya ketik saja (kata "penambahan") itu. Saya ketik sebatas melakukan tugas dan tidak berdebat lagi soal nota dinas," kata Faiz. Ia mengakui yang memberikan nomor dalam nota dinas karena memang harus dinomori.
Namun, Zainal membantah keterangan Faiz. Ia mengaku tidak pernah mendikte Faiz untuk mengetik nota dinas tertanggal 14 Agustus 2009 itu. "Dalam pembuatan nota dinas tidak pernah saya diktekan. Itu yang membuat Faiz, dan saya tidak tanda tangan hari itu," ujarnya.
Zainal mengaku tidak ingat persis perdebatan yang sempat terjadi antara Faiz dan Hasan soal kata penambahan atau perolehan suara, sesuai dengan amar putusan MK. "Saya tidak ingat ada kata 'penambahan' itu. Tapi, faktanya tidak bisa saya tolak. Tapi, di surat jawaban (tertanggal 17 Agustus 2009) yang diketik Hasan tidak ada kata 'penambahan'," katanya.
Zainal mengatakan, nota dinas yang diketik Faiz tidak pernah digunakan untuk menjawab pertanyaan KPU. Nota hanya untuk mengantarkan surat jawaban yang disampaikan MK ke KPU. "Nota dinas tidak pernah saya gunakan, bahkan sudah dimusnahkan. Tapi, enggak tahu kenapa masih ada satu," kata dia.
MAHARDIKA SATRIA HADI