TEMPO Interaktif, Jakarta - Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Arsyad Sanusi menyangkal putranya, Cakra, kerap terlibat dalam penerbitan surat putusan palsu Mahkamah Konstitusi. "Iya, dia putra saya, tapi itu sesuatu yang tidak benar. Character assasination, itu," ujarnya di sela-sela pemeriksaan di Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Jumat 1 Juli 2011.
Kemarin, dalam Rapat Panitia Kerja Mafia Pemilu di Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat, panitera pengganti MK Muhammad Faiz menyebut Cakra pernah memanggilnya ke ruangan Arsyad di MK. Di ruangan tersebut, Cakra menanyakan soal sengketa Pemilihan Kepala Daerah Dapil V Sulawesi Tenggara.
Sementara itu, hari ini, Arsyad dan putrinya, Nesyawati, diperiksa penyidik Bareskrim. Pemeriksaan yang dimulai pukul 09.00 WIB itu hingga kini belum rampung dan sedang diskors untuk istirahat. Kepada wartawan, Arsyad mengatakan pemeriksaan dirinya dan Nesya berkisar masalah dugaan pemalsuan surat MK.
Namun, saat ditanya detail materi pemeriksaan, serta jumlah pertanyaan yang sudah diberondongkan padanya, Arsyad mengunci mulut. Begitu pun saat ditanya untuk melengkapi berkas tersangka siapa yang menjadikan ia dan Nesya hari ini diperiksa.
Pekan ini, Arsyad dan Nesyawati juga dipanggil Dewan Perwakilan Rakyat. Keduanya dimintai keterangan ihwal dugaan surat palsu MK yang memenangkan politikus Hanura Dewi Yasin Limpo dalam sengketa pemilihan kepala daerah daerah pemilihan I Sulawesi Selatan.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal MK, Janedjri M Gaffar, menyebut dari hasil penelusuran internal MK, surat palsu dibuat di Apartemen Kemayoran yang menjadi rumah dinas Arsyad, oleh Dewi dan putri Arsyad. Menurut Janedjri, putri Arsyad juga menelepon staf MK untuk menunjukkan isi surat pada Dewi di KPU sebelum diberikan pada Andi Nurpati, anggota KPU.
Kasus surat palsu MK pertama kali dilaporkan ke polisi oleh Ketua MK Mahfud MD lebih dari setahun lalu. Saat ini, sejumlah orang sudah ditetapkan sebagai tersangka dan salah satunya adalah Masyhuri Hasan. Ia dikenakan Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana soal pemalsuan surat.
ISMA SAVITRI