TEMPO Interaktif, Jakarta- Selembar kain tak hanya menyajikan tentang keindahan semata. Selembar kain pun berbicara tentang falsafah, hikayat, kebudayaan serta seluk-beluk kehidupan di sebuah daerah. Perancang Thomas Sigar yang selalu giat mengeksplorasi keindahan tenun atau kain dari daerah asalnya, Minahasa, mengatakan, “Keindahan kain selalu bermakna pada kebudayaan, seni kehidupan dan hikaayat pada sebuah daerah,” kata pria yang selalu berpenampilan rapi menawan ini.
Dalam acara peragaan yang digelarnya Kamis lalu, sebuah ruangan berisikan tenun Minahasa dengan aneka motif mencuri perhatian pengunjung. Ruang pameran yang diletakan di bagian depan sebelum panggung peragaan ini seperti sihir yang memikat para tamu undangan.
“Saya baru tahu kalau Minahasa memiliki keindahan tenunnya dengan aneka motif. Dan yang membuat saya merinding, selembar kain tersebut memiliki hikayat yang luar biasa,” kata Adelia yang datang bersama empat orang temannya. Pengusaha sofa ini tertarik dengan tenun-tenun Minahasa yang dipamerkan berupa bentangan-bentangan menawan.
Beberapa motif tenun Minahasa antara lain Kaiwu Patola, disebut-sebut sebagai kain yang disakralkan pada era sebelum masuknya agama Kristen di dearh ini. Dalam tradisi masyarakat Minahasa, patola atau ular sawah (piton) dianggap sebagai dewa penjaga padi. Kain patola memiliki motif sirip ular dan menyerupai patola dari India. Kain ini merupakan alat pembayaran pada perdagangan dengan Gujarat, India. Tidak heran bila di negara tersebut akain apatola pun mengalami pengembangan motif.
Adapun Kaiwu Pinawetengan adalah tenun kuno dan sering disebut bermotif meander atau berbentuk sungai yang menyerupai ular. Konon dalam hikayatnya, ular ini dipercaya menjadi seperti pelindung masyarakat di sana.
Perpaduan motif sualang atau diambil darai hikayat atentang keindahan perhiasan alasi Minahasa berupa bulan sabit berpadu dengan motif kulit ular patola disebut dengan tenun Kaiwu Pinatikan
Yang juga indah adalah tenun Kaiwun Tembega yaitu perhiasan asli Minahasa yang diartikan sebagai simbol alat reproduksi wanita yang disakralkan. Pada penampilan awalnya berbentuk kepala atau tumpal yang berpasangan dengan selendang panjang.
Thomas menjelaskan, dalam perkembangan untuk mendekatkan diri dengan masyarakat moderen, kini tenun Minahasa pun dirancang dengan cita rasa masa kini. Maka lahirlah motif patola Minahasa yang merupakan perpaduan patola dan tembega di atas bahan sutra Thailand dan sutra sifon. Selanjutnya, motif Patola Pinatikan berupa pemberian sentuhan moderen menjadi motif sirip ular (Patola) ditampilkan di atas bahan sutra Thailand dan sutra sifon. HADRIANI P