TEMPO Interaktif, Surabaya - Pembongkar kasus sontek massal Alifah Ahmad Maulana atau Alif gagal masuk ke sekolah favorit, SMP Negeri 3 Surabaya. Menurut Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur Harun, kegagalan Alif bersekolah di SMP Negeri 3 Surabaya merupakan buah dari penerapan sistem otonomi pendidikan oleh Pemerintah Kota Surabaya.
Walau Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh pernah menjanjikan Alif bebas memilih sekolah mana saja, sebagai kepala dinas tingkat provinsi dirinya tidak dapat mencampuri kebijakan pemerintah kota setempat. "Sudah ada sistemnya, Pemerintah Kota Surabaya memiliki kebijakan sendiri," kata Harun, Minggu 3 Juli 2011.
Seperti diberitakan sebelumnya, Alif, bekas siswa kelas VI SD Negeri Gadel 2 Surabaya yang pernah membongkar praktek sontek massal pada ujian nasional di sekolahnya Mei lalu, akhirnya gagal mewujudkan impiannya bersekolah di SMP Negeri 3.
Alif gagal karena nilai akhirnya 27,3 kalah tipis bersaing dengan pendaftar dengan calon siswa yang memiliki nilai terendah 27,8. SMP Negeri 3 yang terletak di Jalan Praban memang salah satu sekolah favorit di Surabaya.
Alif kemudian mendaftar ke SMP Negeri 26 di Jalan Pakal yang berada di pinggiran kota. Meski peluang diterima di sekolah ini terbuka, Alif ternyata tidak berkenan. "Alif lebih memilih bersekolah di SMP Al Hikmah di Jalan Ketintang, tidak mau di SMP Negeri 26," kata Ny Siami, yang pernah diusir dari kampungnya karena membongkar praktek sontek massal, saat dihubungi pada Minggu siang ini.
Kepala Bidang Pendidikan Dasar Pemerintah Kota Surabaya Eko Prasetyoningsih mengatakan penerimaan siswa SMP dilakukan secara transparan karena menggunakan metode online. Di situ nilai masing-masing pendaftar dapat dilihat oleh masyarakat. "Nilai calon siswa bisa dipantau," ujar Eko.
Ihwal janji Muhammad Nuh yang pernah membebaskan Alif memilih sekolah yang disukai, Eko mengatakan pada prinsipnya Pemerintah Kota Surabaya tidak mau mengistimewakan calon murid. "Kalau nilainya tidak cukup, tapi dipaksakan masuk, sama saja kami mengajari untuk tidak jujur," kata Eko.
KUKUH S WIBOWO