Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Ketika Anak Nelayan Marunda Tak Bisa Sekolah  

image-gnews
Seorang anak menyeberangi sungai dengan perahu di kawasan Cilincing, Jakarta. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Seorang anak menyeberangi sungai dengan perahu di kawasan Cilincing, Jakarta. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Iklan

TEMPO Interaktif, Jakarta - Mukminah tak kuasa membendung air matanya. Perempuan 33 tahun itu sedang memikirkan putri sulungnya, Dewi, 15 tahun. Beberapa pekan terakhir, Dewi tampak sering termenung dan menangis sendiri. Dewi bersdih karena tak bisa melanjutkan sekolah ke jenjang SMP karena tak ada biaya.

Warga Kampung Marunda Pulo, RT 03 RW 01 Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, ini kalah bersaing untuk masuk SMP Negeri. Lantaran kesulitan ekonomi, Dewi gagal masuk SMP Negeri 244 Cilincing dan SMP Negeri 162 Marunda. Padahal, Pemerintah Indonesia sudah mencanangkan wajib belajar sembilan tahun sejak 1993/1994. Apalagi di Jakarta, bersekolah di sekolah negeri hingga jenjang SMP masih gratis.

Mukminah dan suaminya, Wastah, 33 tahun, hanya sanggup membiayai kehidupan keluarganya sehari-hari dan membayar uang kontrakan rumah berukuran 3x4 meter seharga Rp 250 ribu. Itu pun kerap meminta bantuan dari saudara-saudaranya. "Kami tidak punya pilihan lain, biaya hidup tinggi, tapi penghasilan minim," ujar Mukminah, Selasa, 5 Juli 2011.

Lantaran tak bersekolah, Dewi akhirnya memilih tinggal di tempat neneknya di Bojong, Bekasi, Jawa Barat.

Wastah hanyalah nelayan tradisional yang melaut dengan kapal berukuran kecil. Kapalnya yang hanya mampu mengangkut dua orang itu membuat Wastah tidak bisa melaut terlalu jauh. Paling jauh hanya berjarak satu mil laut (1,6 kilometer). Kapalnya akan tergulung ombak jika nekat melaut terlalu jauh.

"Siapa sih yang mau melihat anaknya tidak sekolah, tapi saya tidak punya pilihan lain. Sebab, sudah lama tidak melaut karena ikan di sini sudah tidak ada karena limbah," kata ayah dua anak ini sembari termenung.

Kalaupun bisa melaut, kata dia, penghasilan menangkap rajungan yang diperolehnya juga tidak menentu. Paling besar bisa sampai Rp 100 ribu, namun sering kali hanya berkisar 20 ribu atau bahkan tidak dapat sama sekali. Padahal, untuk kebutuhan perlengkapan sekolah, seperti buku dan seragam, biaya pendaftaran, hingga transpor setidaknya membutuhkan Rp 700 ribu per bulan. "Padahal, sekarang untuk mendapatkan Rp 100 ribu dari menjual rajungan saja sudah sulit," kata Mukminah.

Nasib serupa juga menimpa Dian, 13 tahun, anak nelayan Kampung Marunda lainnya. Impitan ekonomi membuatnya hanya bisa mengenyam pendidikan hingga kelas V SD. "Meskipun katanya gratis, masih saja ada pungutan-pungutan lain, seperti uang buku, uang jalan-jalan, dan lain-lain. Sedangkan saya dan suami penghasilannya pas-pasan," kata Ani, 47 tahun, ibu Dian, di rumahnya di RT 07 RW 07, Marunda.

Penghasilan Ani sebagai pedagang makanan dan minuman di Pantai Marunda serta sang suami yang berprofesi sebagai tukang ojek pun kadang tidak cukup untuk membiayai hidup mereka sehari-hari.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Selain Dewi dan Dian, masih banyak anak-anak usia sekolah di kawasan pesisir Jakarta Utara yang tidak melanjutkan sekolah karena masalah ekonomi. Wardoyo dari Yayasan Sekar yang peduli dengan anak-anak jalanan di Jakarta Utara mengatakan bahwa masalah utama yang dihadapi anak pesisir Jakarta Utara untuk bersekolah adalah biaya sampingan yang sering kali jumlahnya besar.

Biaya-biaya tersebut seharusnya tidak akan ada bila pengawasan dan kontrol pemerintah berjalan dengan baik. "Biaya buku, fotokopi, dan juga biaya tur siswa dan perpisahan kerap dijadikan kedok para guru untuk memperoleh uang lebih," kata Wardoyo.

Yang tak kurang memberatkan adalah biaya transportasi menuju sekolah. Menurut Mukminah, kalaupun Dewi bisa mengakses sekolah negeri, setidaknya butuh biaya Rp 15 ribu per hari untuk biaya transportasi menuju sekolah.

Menurut pengamat pendidikan, Arif Rahman, setidaknya ada tiga penyebab terjadinya putus sekolah pada anak, yakni kemiskinan, kualitas pendidikan, dan sikap kurang bertanggung jawab dari para siswa, guru, maupun orang tua murid. "Tetapi, penyebab yang paling sering terjadi adalah karena faktor ekonomi atau kemiskinan," katanya saat dihubungi, Selasa, 5 Juli 2011.

Karenanya, kata Arif, pihak sekolah maupun pemerintah harus menyiapkan program bantuan bagi anak dari keluarga kurang mampu untuk mewujudkan wajib belajar sembilan tahun ini. Salah satunya adalah program beasiswa. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus berperan aktif menuntaskan masalah ini.

Permasalahan putus sekolah, kata Arif, perlu pembahasan lebih mendetail antara Pemerintah Provinsi dan pihak DPRD DKI Jakarta supaya ada regulasi pasti untuk mengurangi angka putus sekolah di Jakarta.

ARYANI KRISTANTI

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Komnas Anak: Kuesioner Kelamin Langgar Privasi

9 September 2013

Seorang siswa SMPN 2 Tangerang bersedih saat pesantren kilat di Masjid Raya Al-Azhom, Tangerang, Banten, (22/7). Pesantren selama 4 hari di bulan Ramadan ini untuk menambah ilmu agama bagi sejumlah siswa-siswi. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat
Komnas Anak: Kuesioner Kelamin Langgar Privasi

Dia mempertanyakan manfaat survei berisi grafik ukuran kelamin laki-laki dan perempuan itu.


Kuesioner Bagian dari Periksa Kesehatan Reproduksi  

7 September 2013

Ilustrasi kesehatan/Berobat/Dokter/Perawat. triarc.co.za
Kuesioner Bagian dari Periksa Kesehatan Reproduksi  

Kuesioner gambar alat kelamin menjadi bagian pemeriksaan kesehatan untuk siswa SMP dan SMA terkait kesehatan reproduksi. Uji coba berlanjut tahun ini.


Kemenkes: Kuesioner Gambar Alat Vital Program UKS

7 September 2013

freepicturesweb.com
Kemenkes: Kuesioner Gambar Alat Vital Program UKS

Kuesioner yang memuat alat vital program UKS kerja sama empat kementerian.


Kuesioner Ukuran Kelamin Siswa Ditarik di Sabang

6 September 2013

Siswa beberapa sekolah di Aceh menyanyikan lagu Jepang, Omoiyari (belas kasih sayang) dalam peringatan dua tahun tsunami di Jepang, di SMP 1 Pekan Bada, Aceh Besar, Senin (11/3). TEMPO/Adi Warsidi
Kuesioner Ukuran Kelamin Siswa Ditarik di Sabang

Kuesioner bergambar kelamin yang sempat beredar di SMP Negeri 1 Sabang telah ditarik oleh pihak puskesmas dan Dinas Kesehatan Kota Sabang.


Kuesioner Ukur Alat Kelamin Siswa Salah Kaprah  

6 September 2013

imperfectwomen.com
Kuesioner Ukur Alat Kelamin Siswa Salah Kaprah  

Perbedaan interpretasi timbul lantaran kurangnya pemahaman dinas kesehatan di beberapa daerah tentang kesehatan reproduksi.


KPAI Minta Kuisioner Ukur Kelamin Siswa Ditarik  

6 September 2013

Ilustrasi Pengukuran Payudara. Shutterstock
KPAI Minta Kuisioner Ukur Kelamin Siswa Ditarik  

Gambar, foto, atau sketsa organ kelamin tanpa penjelasan memadai dianggap bisa mengarah kepada pornografi.


Kuisioner Kelamin di Aceh Disorot Media Asing

6 September 2013

freepicturesweb.com
Kuisioner Kelamin di Aceh Disorot Media Asing

AFP, Straitstimes Singapura, The Standar Hong Kong menulis soal kuisioner yang mencantumkan gambar alat kelamin.


Kuisioner Gambar Kelamin di Aceh Sesuai Program

5 September 2013

imperfectwomen.com
Kuisioner Gambar Kelamin di Aceh Sesuai Program

Seharusnya kuesioner gambar kelamin tidak dibagi dan tidak boleh dibawa pulang karena bersifat rahasia.


Ukur Kelamin Siswa, Sekolah Tuding Dinas Kesehatan  

5 September 2013

Ilustrasi
Ukur Kelamin Siswa, Sekolah Tuding Dinas Kesehatan  

SMP Negeri 1 Sabang merasa tercoreng dan kecewa dengan pihak dinas kesehatan. 'Lembaran itu dibagikan oleh petugas puskesmas dan dinas kesehatan.'


Data Ukuran Kelamin Siswa Akan Direkap Dinkes

4 September 2013

freepicturesweb.com
Data Ukuran Kelamin Siswa Akan Direkap Dinkes

Dinas Kesehatan Kota Sabang mengatakan data tersebut digunakan untuk mengetahui kondisi kesehatan reproduksi remaja di Kota Sabang.