TEMPO Interaktif, Bandung - Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Suryadharma Ali membantah ada politik uang dalam Muktamar VII yang berlangsung saat ini. “Tidak benar ada politik uang,” katanya di sela perhelatan Muktamar di Bandung, Selasa, 5 Juli 2011.
Dia beralasan soal politik uang terus diingatkan kepada kadernya bahwa PPP bisa bertahan selama Orde Baru karena militansi dan ideologis. Suara partai yang terus turun, paparnya, terjadi akibat perubahan sikap dari ideologis ke pragmatis. ”Seandainya ada kandidat yang mampu (berpolitik uang), saya yakin PPP tidak akan besar kalau dasarnya adalah uang,” kata Suryadharma.
Dia bercerita bahwa saat Orde Baru yang sangat represif, penuh rekayasa, intimidatif–PPP adalah satu korbannya. Saat itu, kata Suryadharma, jangankan menjadi menteri atau pengusaha, menjadi Ketua RT pun tidak bisa.
”Waktu zaman Orde Baru, cendekiawan masuk PPP, dia nggak bakal naik pangkat, masa depan suram. Pengusaha masuk izin dibredel, order nggak dapat, bangkrut. Ulama besar masuk PPP, kampungnya nggak diaspal, pesantrennya nggak dibantu pembangunannya. Artis masuk PPP kayak Rhoma Irama nggak bisa masuk televisi,” kata Suryadharma.
Dia mengatakan bahwa kader yang masuk partai saat itu adalah kader yang nekat dan militan. ”Dulu kalau kita kampanye, sukses, ujung-ujungnya rusuh. Kalau rusuh itu ada 3 alternatifnya, masuk kuburan, masuk rumah sakit, atau masuk penjara,” kata Suryadharma.
Menurutnya, semangat semacam itulah yang ingin dikembalikannya di zaman kebebasan saat ini yang tidak bisa dibangun lewat politik uang. ”Saya ingin mengembalikan sikap moral kader PPP itu sama seperti zaman Orde Baru, sikapnya kuat, militan, berani mengatakan apa yang benar, berani mengatakan apa yang tidak benar,” katanya.
AHMAD FIKRI