TEMPO Interaktif, Jakarta - Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) tengah mengamati perkembangan alat pembayaran dengan teknologi Electric money (e-money). Direktur Pengawasan dan Kepatuhan PPATK, Subintoro, mengatakan bahwa e-money berpotensi disalahgunakan dengan menjadikannya sebagai alat suap.
"Produk layanan jasa keuangan berupa e-money yang prabayar dengan nilai Rp 1 juta ke bawah bisa disalahgunakan oleh pelaku," kata Subintoro, Jumat, 8 Juli 2011.
Produk e-money ini rawan digunakan sebagai alat suap. Salah satunya, Subintoro mencontohkan, dengan memberikan e-money prabayar yang jumlah kelipatannya diperbanyak untuk voucher Tunjangan Hari Raya.
Saat ini, ada dua jenis e-money yang beredar di pasaran Indonesia. Pertama adalah jenis prabayar dengan nilai maksimum Rp 1 juta dan register card. Untuk memiliki kartu register card, pengguna terlebih dahulu harus memiliki rekening di bank.
Dengan begitu, pengguna dipastikan sudah terdaftar karena telah melalui proses identifikasi: Bank Know Your Customer dan Customer Due Dilligence.
Sementara jenis e-money prabayar berkebalikan dengan register card. Pengguna tak melalui proses identifikasi dari bank. "Semacam voucher pulsa," kata Subintoro. Jenis inilah yang diwanti-wanti PPATK.
"Yang prabayar nilainya memang harus kecil, di bawah Rp 1 juta untuk mencegah pencucian uang," kata Subintoro.
Subintoro mengatakan bahwa PPATK pernah memberikan pandangan kepada Bank Indonesia ihwal potensi pencucian uang melalui e-money. "Akan kita coba amati lebih lanjut apakah produk e-money ini mempunyai potensi disalahgunakan untuk pencucian uang," katanya.
Produk e-money yang saat ini sudah beredar di pasaran contohnya adalah produk kartu Flazz dari BCA.
ANANDA BADUDU