TEMPO Interaktif, Semarang - Tim pengkaji cagar budaya dari tiga perguruan tinggi menyimpulkan bahwa bekas bangunan pabrik es Saripetojo di Kota Surakarta tak layak ditetapkan sebagai cagar budaya. Kesimpulan tersebut diambil tim yang diketuai Profesor Eko Budiharjo dengan delapan orang anggota dari tiga perguruan tinggi, yakni Universitas Diponegoro Semarang, Universitas Semarang, dan Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
Eko menyatakan, bangunan Saripetojo tidak memiliki keunikan dan tidak termasuk bangunan langka. “Bentuk bangunannya hanya seperti gudang saja. Tidak memiliki ornamen yang unik,” kata Eko dalam konferensi pers di rumahnya, Semarang, Jumat, 8 Juli 2011.
Di kawasan Saripetojo ada tiga bangunan, yakni bekas pabrik es, kantor atau rumah dinas, serta tower. Khusus bangunan kantor dan rumah dinas hingga kini belum dibongkar.
Meski menyimpulkan pabrik Saripetojo bukan cagar budaya, tapi tim merekomendasikan agar bangunan kantor dan rumah dinas tidak dibongkar. Selain sebagai tetenger, kata Eko, juga bisa dipakai sebagai pengingat sejarah. Misalnya, bangunan rumah tersebut dijadikan sebagai museum, sedangkan pabrik Saripetojo bisa direvitalisasi untuk bangunan yang baru.
“Rumah dinas masih relatif utuh berarsitektur Indisch dan cukup memiliki keunikan sehingga layak untuk dilestarikan sebagai tetenger dan landmark,” ujar Mantan Rektor Undip Semarang tersebut.
Eko menyatakan bahwa bangunan pabrik Saripetojo tidak memenuhi lima syarat bangunan cagar budaya seperti yang tercantum dalam Pasal 43 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya. Lima syarat tersebut adalah Saripetojo tidak mewakil kepentingan pelestarian kawasan cagar budaya lintas kabupaten/kota. Eko mennyatakan bangunan Saripetojo di Jawa Tengah ada lima buah, di antaranya di Semarang, Cilacap, Tegal, Rembang, dan Solo.
Selain itu, bangunan Saripetojo juga tidak mewakili karya kreatif yang khas, tidak langka jenisnya, tidak unik rancangannya, tidak juga sebagai bukti evolusi peradaban bangsa, serta tidak berasosiasi dengan tradisi yang masih berlangsung. “Dari segala aspek tidak memenuhi syarat,” kata Eko.
Menurut tim pengkaji, bangunan Saripetojo bukan seperti bangunan Candi Borobudur, Candi Prambanan, Lawang Sewu, dan Gereja Blenduk yang memiliki keunikan, nilai sejarah, ada ornamen, dan lain-lain. Tim pengkaji menyatakan gedung bangunan asli pabrik es Saripetojo yang dibangun pada 1888 sudah tidak ada lagi. Bangunan pabriknya sudah direnovasi beberapa kali, terutama setelah kebakaran pada 1953 dan dibangun kembali pada 1959 dan selesai pada 1961.
ROFIUDDIN