TEMPO Interaktif, Jakarta - Jumlah sekolah dasar negeri petang di Jakarta terancam menciut lagi. Bergulirnya tahun ajaran baru mulai hari ini menyisakan ribuan bangku kosong yang sebagian besar ada di sekolah-sekolah itu.
Hingga penutupan masa pendaftaran terakhir pada Sabtu lalu, Dinas Pendidikan DKI Jakarta mencatat masih ada 16.682 bangku kosong di tingkat sekolah dasar. "Umumnya jumlah bangku kosong lebih banyak pada SD negeri yang menyelenggarakan kelas siang dan petang hari," kata Kepala Seksi Data dan Informasi Dinas Pendidikan DKI Jakarta Budi Sulistiono pada Sabtu itu.
Jumlah bangku kosong terbesar ada di Jakarta Selatan sebanyak 4.525 buah. Menyusul di belakangnya di Jakarta Timur sebanyak 4.038 bangku, Jakarta Barat 3.431 bangku, Jakarta Pusat 2.818 bangku, dan Jakarta Utara 1.870 bangku.
Budi menduga ada beberapa penyebab tak terisinya ribuan bangku sekolah itu. Pertama, keluarga-keluarga yang memilih mendaftarkan anaknya ke sekolah swasta karena alasan kualitas. Kedua, bergesernya keluarga-keluarga muda ke daerah pinggir Jakarta, seperti Tangerang, Bogor, dan Bekasi.
"Jadi, banyak keluarga yang dulunya tinggal di Ibu Kota memilih sekolah yang lebih dekat dari rumahnya yang kini sudah pindah ke daerah pinggir," ujarnya.
Budi juga melihat adanya pengaruh dari suksesnya program Keluarga Berencana, yang menurunkan jumlah anak usia sekolah dan banyaknya siswa baru yang terpaksa ditolak karena mendaftar di bawah batas umur minimum yang sudah ditetapkan.
Mereka yang ditolak itu harus menunggu sampai pendaftaran berikutnya atau masuk ke sekolah swasta. "Ini juga menjadi penyebab berkurangnya siswa yang masuk ke SD negeri," ujar Budi.
Atau, seperti yang diungkapkan Kepala Seksi Suku Dinas Pendidikan Dasar Jakarta Selatan M. Sulaeman bahwa banyaknya bangku kosong karena banyak masyarakat tidak tahu tentang prosedur pendaftaran. Meski begitu, dia juga mengakui tahun lalu Dinas Pendidikan memberi kesempatan hingga tiga kali masa pendaftaran.
Budi memastikan tahun ajaran baru tetap bergulir di tiap sekolah meski ada bangku-bangku kosong itu. Proses belajar-mengajar tetap akan dilanjutkan sampai pertengahan tahun ajaran pada Januari 2012.
"Setelah semester I berakhir, baru akan diputuskan apakah sekolah bersangkutan bisa menerima siswa lagi atau tidak," katanya.
Ketika dihubungi terpisah, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Taufik Yudhi Mulyanto menyatakan tidak menutup kemungkinan menggabungkan satu sekolah tertentu dengan sekolah lain jika memang jumlah bangku kosong yang dimilikinya terlalu besar.
Penggabungan itu bukan tidak mungkin diwujudkan karena pernah dilakukan di beberapa tempat, di antaranya di Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur. Di tempat itu, ada kompleks SD yang terdiri atas empat lantai. "Dulu ada delapan SD di sana yang terbagi menjadi pagi dan petang, sekarang menjadi hanya lima atau enam SD," katanya.
Taufik sendiri tidak menampik dugaan bahwa banyak siswa yang menginginkan sekolah pagi ketimbang petang. Saat ini ada 900 SD negeri petang dari sekitar 2.200 SD negeri di Jakarta. "Pada penutupan masa pendaftaran kedua, ada 975 sekolah yang jumlah bangku kosongnya besar," ujarnya.
Anggota Komisi Pendidikan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, Wanda Hamidah, meminta Dinas Pendidikan melakukan introspeksi terkait dengan besarnya jumlah bangku kosong tersebut. Dia khawatir akumulasi kasus pendidikan di sekolah negeri menyebabkan minat orang tua siswa menyekolahkan anaknya di sekolah negeri berkurang.
Begitu pun banyaknya pungutan liar. "Subsidi pendidikan untuk Biaya Operasional Pendidikan saja mencapai Rp 7,3 triliun per tahun. Seharusnya tak ada pungutan lagi, apalagi untuk SD," ucapnya.
IRA GUSLINA | AMANDRA MUSTIKA | PRIHANDOKO | WURAGIL