TEMPO Interaktif, Yogyakarta - Ada 60 panel lukisan di atas selembar kanvas berukuran 5,4 meter persegi itu. Dengan rupa-rupa warna yang melatarbelakangi, masing-masing berukuran 30 x 30 sentimeter, di dalamnya berisi coretan yang membentuk bermacam citra lukisan binatang. Dari badak, kucing, burung, harimau, ikan, kura-kura, hingga kupu-kupu.
Itulah satu di antara lukisan karya Tjokorda Bagus Wiratmaja berjudul Multiculture. Bersama belasan karyanya yang lain, perupa muda kelahiran Ubud, Bali, 17 Februari 1984, yang akrab disapa Coky itu, menggelar pameran tunggal di Tujuh Bintang Art Space, Yogyakarta, dengan tema “Safari Abstraksi” yang berlangsung dari 7-11 Juli ini.
Bagi Coky, Multiculture adalah sebuah penghargaan pada keragaman. Seperti halnya kehidupan manusia, binatang memiliki budaya dan tabiatnya sendiri. Namun, keragaman itu tak bisa dipisahkan satu sama lain. Di hutan, misalnya, hidup seekor gajah. Dari kotoran gajah bersumber makanan bagi binatang yang lain. “Jangan kita memenggal budaya itu,” kata dia berfilosofi.
Dalam karya-karyanya, Coky tak lagi berpedoman pada sosok obyek yang dilukisnya. Detail binatang tak lagi tertuang di atas kanvas. Sebaliknya, dia hanya mengekpresikan bentuknya. Karya abstrak, kata dia, bertumpu pada kesan-kesan yang ingin ditampilkan.
Pada karya berjudul Dunia Merah, misalnya, Coky melukis gajah sebagai obyek utama. Apa yang yang menjadi ciri paling utama dari seekor gajah? Tubuh gemuk, gading, dan kuping lebar. “Kesan itulah yang ditangkap dari gajah,” ujarnya.
Dunia Merah mencitarakan seekor gajah tergantung di atas selembar kanvas merah darah. Tubuhnya terbalik dengan 4 kaki menyatu. Menurut dia, lukisan itu terinspirasi oleh sebuah peristiwa perburuan liar gajah Sumatra. Bangkai binatang itu bergelimpangan di dalam hutan dan tergantung dimana-mana ditinggalkan pemburu setelah mengambil gadingnya.
Peristiwa perburuan dan kekejaman itu dia gambarkan melalui pemilihan warna. Tubuh gajah dia gambarkan dengan campuran merah, cokelat, putih, biru, hijau, dan ungu. “Sengaja saya pilih warna merah untuk background. Itu ekspresi kemarahan saya terhadap perburuan liar.”
Karya Coky dalam pameran kali ini berbeda dengan karya sebelumnya. Selama 8 tahun, dia perupa yang menekuni lukisan ikan dalam bentuk realis dan figuratif. “Dulu saya memang fokus ke ikan,” katanya. Pemilihan obyek itu, lanjut dia, berasal dari kegemarannya memancing. “Ada sekali warna dan bentuk ikan, itu yang menginspirasi saya.”
Kurator pameran Hendra Himawan menilai Safari Abstraksi merupakan jembatan bagi kesenirupaan Coky. Dari realis-figuratif menuju abstrak. Pilihan terjun ke karya abstrak bukanlah pilihan mudah. Apalagi kini sangat jarang perupa yang menekuni bentuk abstrak. Secara visual dan artistik, kata dia, karya abstrak Coky memperlihatkan kematangan kesenirupaannya.
ANANG ZAKARIA