TEMPO Interaktif, Denpasar - Sejumlah 13 seniman dari empat negara akan menampilkan tari kontemporer dalam pertunjukan keliling bertajuk In The Arts Island 2011 di Studio Suklu, Banjar Lepang, Banjarangkan, Klungkung, Bali, Selasa, 12 Juli 2011.
Para seniman itu adalah Ronnarang Khampha (Thailand), Yumi Umiumare, Tonny Yap, Ida Lawrence, Revati Ilanko (Australia), Kuan Nam (Malaysia), Agung Gunawan, I Nyoman Sura, Iwan Darmawan, Memet Chairul Slamet, Gita Purnama Kinanthi, Bagus Budi Indarto dan Agus Riyanto (Indonesia).
Acara di Klungkung ini difasilitasi Djagad Art House, sebuah lembaga seni yang kerap mengajak masyarakat terlibat dalam proses berkesenian, serta Studio Suklu milik perupa Wayan Sujana Suklu.
Direktur Festival Agung Gunawan mengatakan acara ini merupakan kelanjutan dari festival serupa tahun lalu dan akan digelar di lima kota. Setelah Bali, para seniman akan menggelar pertunjukan serupa di Blitar (15 Juli), Kediri (17 Juli), Malang (19 Juli), dan Batu (20 Juli). “Kita akan berinteraksi lebih dekat dengan penonton dan mengajak keterlibatan masyarakat setempat,” kata Agung saat gladi resik di Studio Suklu, Senin, 11 Juli 2011.
Menurut Agung, festival ini merupakan sebuah gagasan dalam mengkolaborasikan beberapa tari kontemporer yang berasal dari seniman mancanegara untuk digabungkan dengan kesenian tradisi sebuah daerah tertentu di Indonesia. Langkah ini juga merupakan suatu tawaran bentuk untuk mendekatkan diri dengan para apresiator.
Acara In The Arts Island Festival juga bekerja-sama dengan komunitas seni, yakni komunitas seni Candi Penataran Blitar, Candi Tegowangi Kabupaten Kediri, Situs Punden Malang, dan Gedung Kesenian Kota Batu.
Agung mengatakan, kegiatan ini diharapkan menjadi ruang komunikasi interaktif visual, rasa, dan berdialog tentang karya seni serta lingkungan yang mempengaruhinya dengan berbagai komunitas masyarakat dari berbagai latar belakang seni dan budaya.
Sebagai tuan rumah, Suklu berharap kegiatan ini dapat membuka dan menambah jaringan kesenian yang semula hanya melalui networking sehingga bisa terwujud untuk berkolaborasi bersama dan berbagi gagasan dalam bentuk sajian presentasi karya seni pertunjukan untuk semua. “Silaturahmi seni budaya ini mudah-mudahan menginspirasi pencipta karya seni maupun penikmatnya,” kata Suklu yang juga dosen ISI Denpasar ini.
Seperti festival tahun 2010 lalu, acara ini mengkolaborasikan tari kontemporer dari Indonesia, Australia, dan sejumlah negara Asia. Sebelum kolaborasi itu, mereka menunjukkan karya terbaik masing-masing.
Mereka tampil dan berkolaborasi di beberapa daerah di Indonesia yang memiliki ruang-ruang eksotik dan apresiasi masyarakat yang beragam. Keunikan itu kemudian menjadi inspirasi tersendiri dalam mencipta sebuah karya. “Ini menjadi daya tarik yang luar biasa sehingga terjadi interaksi dan pemaknaan ruang yang bermacam-macam,” ujar Agung.
ROFIQI HASAN